Transisi Energi Melesat, Tapi Terancam Krisis Jaringan Listrik

Tangerang, 17 Juni 2025 – Dunia memasuki era baru transisi energi. Laporan terbaru dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa pada 2025, investasi global di sektor energi diproyeksikan mencapai US$3,3 triliun, angka tertinggi sepanjang sejarah.

Dari jumlah tersebut, sebanyak US$2,2 triliun dialokasikan untuk teknologi energi bersih seperti energi terbarukan, tenaga nuklir, elektrifikasi, penyimpanan energi, efisiensi energi, dan bahan bakar rendah emisi. Jumlah ini dua kali lebih besar dibandingkan investasi pada bahan bakar fosil, yang hanya diperkirakan mencapai US$1,1 triliun.

Baca juga: Optimalisasi Logistik Baterai EV, SPSL Percepat Transisi Energi Terbarukan Nasional

“Keamanan energi tetap menjadi faktor utama dalam pertumbuhan investasi ini, meskipun situasi perdagangan dan ekonomi global berubah dengan cepat,” ujar Fatih Birol, Direktur Eksekutif IEA, dikutip Senin (16/6/2025).

IEA mencatat bahwa China menjadi negara dengan investasi energi terbesar di dunia, mengalokasikan dana dua kali lipat lebih besar dibandingkan Uni Eropa dan hampir menyamai gabungan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Negeri Tirai Bambu menguasai sepertiga dari total investasi energi bersih dunia, terutama pada tenaga surya, angin, nuklir, baterai, hingga kendaraan listrik.

Namun di tengah kabar positif, IEA juga memperingatkan tantangan besar yang dihadapi: transmisi dan distribusi listrik. Meskipun investasi pembangkitan listrik melonjak, jaringan listrik dunia masih tertinggal. Saat ini, hanya US$400 miliar per tahun yang diinvestasikan untuk pengembangan jaringan listrik, jumlah yang dinilai belum cukup.

“Jika ingin menjamin pasokan listrik andal pada dekade mendatang, investasi jaringan transmisi harus menyamai tingkat investasi pembangkitan,” tambah Birol. Sayangnya, prosedur perizinan yang lambat dan kelangkaan bahan seperti kabel dan transformator menjadi kendala utama.

Investasi tenaga surya menjadi item terbesar tahun ini, diperkirakan mencapai US$450 miliar, baik dari proyek skala besar maupun atap rumah tangga. Di sisi lain, investasi penyimpanan baterai juga melesat hingga US$65 miliar, dan tenaga nuklir diproyeksikan menyentuh US$75 miliar pada 2025.

Baca juga: Ekspor Energi Hijau Mulai Digarap, Indonesia Siap Jadi Pusat Listrik ASEAN

Namun, ketergantungan pada batu bara belum sepenuhnya hilang. China dan India masih aktif membangun pembangkit batu bara baru, dengan China memulai pembangunan hampir 100 GW pada 2024 jumlah terbesar sejak 2015.

Dengan tren ini, dunia menyongsong era elektrifikasi yang lebih luas, namun tantangan infrastruktur jaringan menjadi pekerjaan rumah yang tak bisa ditunda. IEA menekankan bahwa keberhasilan transisi energi tidak hanya bergantung pada teknologi pembangkitan, tetapi juga kesiapan sistem distribusi listrik global.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img