Tangerang, 09 November 2024 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menggalakkan peningkatan literasi keuangan digital masyarakat guna melindungi mereka dari risiko pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online. Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Djoko Kurnijanto, menyatakan bahwa rendahnya literasi keuangan digital di Indonesia menjadi salah satu penyebab tingginya kasus pinjol ilegal dan aktivitas judi online.
“Banyak masyarakat yang masih terjebak dalam pinjol ilegal dan judi online. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya literasi keuangan digital,” ujar Djoko saat konferensi pers pre-event Bulan Fintech Nasional (BFN) dan The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024 di Gedung OJK Menara Radius Prawiro, Jakarta.
Baca juga: EUDR Uni Eropa, Tantangan Baru untuk Industri Sawit Indonesia
Data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan Indonesia baru mencapai 65 persen, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75 persen. Angka ini menunjukkan bahwa meskipun semakin banyak masyarakat yang memiliki akses ke layanan keuangan, pemahaman mereka tentang keuangan digital masih perlu ditingkatkan. Hal ini semakin ditegaskan oleh data dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2023 yang mencatat bahwa indeks literasi digital Indonesia hanya 62 persen, lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya yang rata-rata mencapai 70 persen.
Djoko menyoroti kemudahan akses layanan keuangan digital melalui smartphone sebagai salah satu faktor yang mendorong masyarakat untuk lebih sering berinteraksi dengan berbagai aplikasi keuangan, tetapi seringkali tanpa pemahaman mendalam tentang risikonya. “Permasalahannya adalah apakah masyarakat memahami risiko dari setiap transaksi keuangan digital yang mereka lakukan? Ini yang menjadi fokus kita dalam Bulan Fintech Nasional tahun ini,” ujarnya.
Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam mengelola aktivitas keuangan digital mereka. Djoko juga menekankan bahwa pihak yang menyediakan layanan keuangan digital harus memiliki tanggung jawab dalam memberikan edukasi yang tepat, agar pengguna tidak menjadi korban dari penipuan atau aplikasi ilegal.
OJK menilai bahwa potensi risiko keuangan digital, termasuk di dalamnya penipuan, tidak bisa dihindari di tengah pesatnya perkembangan inovasi seperti kecerdasan artifisial, blockchain, kripto, dan machine learning. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan BFN dan IFSE 2024, diharapkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai manfaat sekaligus risiko dari aktivitas keuangan digital akan semakin meningkat. Dengan literasi keuangan digital yang lebih baik, masyarakat diharapkan mampu mengenali mana aplikasi keuangan yang aman dan mana yang memiliki risiko penipuan.
Baca juga: Untung atau Rugi? Bank Siap-Siap dengan Kebijakan Hapus Utang
Djoko menambahkan, “Kita ingin meningkatkan awareness masyarakat terhadap berbagai potensi risiko keuangan digital, sehingga mereka bisa melakukan aktivitas keuangan secara aman dan tidak mudah terjerumus pada pinjol ilegal atau judi online.”
Melalui peningkatan literasi keuangan digital, OJK berharap masyarakat bisa mengambil keputusan keuangan dengan bijak dan terhindar dari berbagai risiko finansial yang dapat merugikan.