Tangerang, 09 November 2024 – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mewacanakan pemutihan utang jutaan petani dan nelayan sebagai langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Rencana ini dinilai oleh sejumlah analis pasar modal sebagai peluang bagi sektor perbankan untuk memperluas penyaluran pinjaman baru, yang pada akhirnya dapat memperkuat kinerja saham perbankan pemerintah.
Menurut pengamat pasar modal Lanjar Nafi, kebijakan pemutihan utang yang diterapkan dengan pengelolaan yang baik dapat membawa efek positif pada sektor perbankan. “Utang yang dihapus sebagian besar adalah yang sudah dihapusbukukan, sehingga bank tidak akan mengalami kerugian langsung dari kebijakan ini,” ujarnya. Selain itu, menurut Lanjar, kondisi ini akan membuka peluang bagi bank untuk memberikan pinjaman baru yang lebih sehat, mendukung profitabilitas bank dan berpotensi mendorong kenaikan saham-saham perbankan.
Baca juga: BPJPH: Nonhalal Tak Butuh Sertifikat Halal
Namun, pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, menilai kebijakan hapus tagih ini bukanlah kewenangan eksekutif sepenuhnya. “Dalam hal ini, peran OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai lembaga independen sangat penting, seperti halnya kebijakan relaksasi kredit saat pandemi Covid-19,” kata Herry. Menurutnya, kebijakan pemutihan utang harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari moral hazard, di mana debitur yang tidak bertanggung jawab juga akan menerima penghapusan utang. “Kredit macet memiliki berbagai jenis penyebab, sehingga kebijakan pemutihan utang tidak dapat dipukul rata,” tambahnya.
Sejalan dengan itu, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah turut mengapresiasi niat pemerintah dalam mendukung UMKM melalui pemutihan kredit macet, tetapi ia juga mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak hanya mengandalkan niat baik. “Pemerintah harus mewaspadai potensi moral hazard yang dapat terjadi, baik dari pihak pelaku usaha maupun bank itu sendiri. Maka dari itu, tata kelola yang baik sangat dibutuhkan untuk menghindari penyalahgunaan,” jelas Piter.
Lebih lanjut, Piter mengingatkan pentingnya pertanggungjawaban dalam pelaksanaan kebijakan ini. “Ketika kebijakan dianggap menguntungkan sebagian pihak, baik dirinya sendiri maupun orang lain, itu bisa dikategorikan sebagai korupsi,” tegasnya. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar kebijakan pemutihan utang ini harus diperinci secara jelas dalam aspek operasionalnya, termasuk mitigasi risiko dan kriteria penerima manfaat.
Wacana pemutihan utang ini merupakan langkah ambisius dari pemerintahan baru yang diharapkan dapat memberikan dorongan ekonomi bagi sektor UMKM, khususnya petani dan nelayan yang terdampak langsung. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana kebijakan ini dapat diterapkan tanpa menimbulkan risiko tata kelola yang buruk atau penyalahgunaan.
Baca juga: Gelar Juara Umum WorldSkills ASEAN 2025 Jadi Target Indonesia
Dengan adanya kebijakan yang matang dan transparan, sektor perbankan pun memiliki peluang besar untuk meningkatkan penyaluran kredit yang sehat, mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat akar rumput, serta memperkuat kinerja saham-saham bank di pasar modal.