Tangerang, 08 November 2024 – Terpilihnya Donald Trump kembali sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) dalam Pemilu 2024 menciptakan ekspektasi akan adanya perubahan signifikan dalam kebijakan ekonomi global. Trump berhasil memenangkan pemilu dengan perolehan suara sekitar 50,9 persen, mengalahkan Kamala Harris. Kemenangan ini membawa implikasi besar, khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang mungkin akan terdampak oleh kebijakan ekonomi Trump yang cenderung proteksionis.
Seperti pada masa jabatannya sebelumnya, Trump mengusung pendekatan “America First,” yaitu kebijakan ekonomi yang mengutamakan kepentingan domestik AS. Pendekatan ini mencakup proteksionisme yang bertujuan melindungi industri AS melalui tarif impor tinggi dan pengurangan ketergantungan ekonomi pada negara lain. Dani Rodrik, Profesor Ekonomi di Harvard, menyebut bahwa proteksionisme di negara maju sering kali membatasi ruang pertumbuhan ekonomi negara berkembang, yang sangat bergantung pada ekspor.
Baca juga: Digitalisasi dan Sertifikasi Kunci Sukses UMKM Sumbawa
Bagi Indonesia, kebijakan proteksionisme AS bisa berdampak langsung pada sektor-sektor andalan seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik yang memiliki pasar ekspor besar di AS. Ketidakpastian ini memaksa para pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing produk mereka agar tetap kompetitif di pasar internasional. Peningkatan kualitas, inovasi, dan efisiensi menjadi hal yang krusial agar produk Indonesia tetap diminati.
Di sisi lain, proteksionisme AS juga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan memperluas pasar di kawasan Asia Pasifik. Jeffrey Sachs, Direktur Earth Institute di Columbia University, menyarankan agar negara berkembang, termasuk Indonesia, memperkuat blok perdagangan regional seperti ASEAN untuk menciptakan pasar yang lebih stabil dan tangguh.
Mengikuti saran dari ekonom pemenang Nobel Paul Krugman, negara berkembang bisa meningkatkan nilai tambah produk ekspor dan fokus pada sektor dengan rantai pasok yang lebih kompleks. Dengan memperluas kerja sama perdagangan di kawasan Asia Pasifik, seperti dengan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan, Indonesia bisa mengakses pasar baru yang potensial.
Kebijakan proteksionisme AS juga menjadi dorongan bagi Indonesia untuk mengembangkan sektor UMKM dan memperkuat ekonomi domestik. Melalui dukungan teknologi digital dan platform e-commerce, pelaku UMKM dapat memperluas jangkauan produk mereka ke pasar internasional. Pemerintah juga diharapkan memberikan pelatihan digital bagi UMKM, mendorong mereka untuk lebih inovatif dan adaptif terhadap kebutuhan pasar global.
Selain itu, peningkatan infrastruktur menjadi langkah penting yang harus ditempuh pemerintah. Dengan membangun infrastruktur yang kuat seperti jalan tol, pelabuhan, dan jalur kereta api, distribusi produk dalam negeri akan lebih lancar, dan akses ke pasar internasional semakin terbuka. Infrastruktur yang memadai juga akan mendukung pengembangan sektor pariwisata dan perdagangan, yang dapat mendukung ekonomi daerah.
Baca juga: Bank Mandiri Hadirkan Gedung Hijau untuk Dukung Transisi Energi Bersih
Meskipun Trump menarik AS dari Perjanjian Paris, Indonesia justru melihat ini sebagai peluang untuk menjadi pelopor keberlanjutan. Dengan mempromosikan produk ramah lingkungan dan memprioritaskan energi terbarukan, Indonesia bisa menarik perhatian investor internasional yang peduli lingkungan. Komitmen ini berpotensi meningkatkan daya saing produk lokal yang dihasilkan dengan prinsip keberlanjutan.
Kemenangan Donald Trump dalam Pemilu 2024 menghadirkan tantangan dan peluang bagi Indonesia. Tantangan terkait proteksionisme AS ini mendorong Indonesia untuk memperkuat kemandirian ekonomi, memperluas kerja sama regional, dan mengembangkan potensi UMKM. Dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa menjadikan tantangan ini sebagai momentum untuk meningkatkan daya saing global dan memperkuat ketahanan ekonomi.