Tangerang , 22 Mei 2025 -Akses pembiayaan UKM masih menjadi tantangan utama bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Meski kontribusinya besar terhadap perekonomian nasional, banyak UKM kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha karena keterbatasan agunan dan proses administrasi yang rumit.
Selama ini, perbankan menjadi salah satu sumber pendanaan konvensional yang paling dikenal. Namun, tidak semua pelaku UKM dapat memenuhi syarat ketat yang diberlakukan oleh lembaga keuangan formal. Proses pengajuan kredit yang panjang serta tuntutan jaminan sering kali membuat pelaku usaha kecil enggan mengajukan pinjaman. Tak sedikit di antara mereka akhirnya memilih untuk mengandalkan modal sendiri atau pinjaman informal dari keluarga dan kerabat.
Di sisi lain, pemerintah terus berupaya membuka akses pembiayaan yang lebih inklusif. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi salah satu bentuk komitmen tersebut. Melalui KUR, pelaku UKM dapat memperoleh pinjaman berbunga rendah dengan syarat yang lebih ringan. Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat penyaluran KUR sepanjang tahun 2024 mencapai lebih dari Rp300 triliun, menyasar sektor perdagangan, pertanian, hingga jasa.
Namun, perkembangan teknologi digital kini menghadirkan alternatif lain yang semakin menarik perhatian: fintech (financial technology). Platform pinjaman berbasis teknologi menawarkan proses pengajuan yang lebih cepat, fleksibel, dan tidak selalu memerlukan agunan. Fintech peer-to-peer (P2P) lending, misalnya, menjadi jembatan antara peminjam dan pemberi dana secara langsung melalui aplikasi digital.
Waspadai Risiko, Pahami Skema Pembiayaan
Bagi pelaku UKM yang belum tersentuh layanan perbankan, kehadiran fintech menjadi angin segar. Proses pendaftaran dapat dilakukan secara daring, dengan waktu persetujuan yang hanya memakan waktu beberapa hari, bahkan jam. Meski begitu, penting bagi pelaku UKM untuk memahami skema pembiayaan, tingkat bunga, serta risiko yang mungkin timbul dari layanan fintech.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengingatkan agar pelaku UKM memilih platform fintech yang telah terdaftar dan diawasi secara resmi. Transparansi dan literasi keuangan menjadi kunci agar pelaku usaha tidak terjebak pada pinjaman online ilegal yang justru membebani usaha mereka.
Selain bank dan fintech, koperasi dan lembaga pembiayaan mikro juga tetap menjadi alternatif yang relevan, terutama di wilayah pedesaan. Skema simpan pinjam berbasis komunitas sering kali lebih memahami karakteristik lokal dan kebutuhan anggota.
Baca Juga :Â Membangun Branding yang Kuat untuk UKM
Dengan beragamnya pilihan pembiayaan yang tersedia, pelaku UKM diharapkan dapat lebih cermat dalam memilih sumber modal sesuai kebutuhan dan kapasitas usahanya. Pendekatan multi-sumber pembiayaan dari bank, pemerintah, hingga fintech,dapat menjadi strategi efektif untuk meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha kecil di tengah perubahan ekonomi yang dinamis.