Tangerang, 10 Maret 2025 – Serbuan eceng gondok yang meluas di Bendungan Walahar, Karawang, menimbulkan dampak serius bagi ekosistem dan masyarakat sekitar. Tanaman gulma ini tidak hanya menyumbat aliran sungai, tetapi juga menyebabkan penurunan kualitas air, hilangnya habitat spesies air, serta meningkatkan risiko banjir.
Salah satu warga setempat, Enjang Ramdani, yang akrab disapa Ubed, mengungkapkan bahwa penumpukan eceng gondok dan sampah yang menumpuk setiap musim hujan menghambat aliran air serta mengurangi daya tarik wisata di kawasan Danau Cinta. “Limbah eceng gondok sangat mengganggu pemandangan dan membuat wisatawan enggan berkunjung,” ujar Ubed.
Baca juga: Ekspor Perdana 2025 Ikan Anggoli Kepri Go Internasional
Tak ingin berpangku tangan, Ubed bersama komunitas Walahar Eco Green berinisiatif mencari solusi inovatif untuk memanfaatkan limbah eceng gondok dan membangun perekonomian masyarakat sekitar. Mereka melihat potensi strategis dalam sektor pariwisata, mengingat kawasan ini memiliki daya tarik heritage bendungan, Sungai Citarum, serta kuliner lokal yang khas.
Perjalanan mereka dimulai pada tahun 2020 dengan dukungan dari PT Pertamina (Persero). Melalui program Desa Energi Berdikari (DEB), mereka secara perlahan mengubah kondisi kawasan Danau Cinta menjadi destinasi wisata berbasis konservasi lingkungan. Pada tahun 2021, mereka mulai melakukan revitalisasi, termasuk re-branding Danau Kalimati menjadi Danau Cinta.
Bersama Pertamina, kelompok ini memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 2,2 kWp untuk mendukung operasional ekowisata. Dengan energi ramah lingkungan ini, listrik hemat biaya kini dapat digunakan untuk workshop, galeri UMKM, restoran, dan kafe di sekitar danau.
Tak hanya itu, mereka juga mengembangkan teknologi hybrid ecodry untuk mengolah eceng gondok menjadi bahan baku kerajinan. Selain energi surya, mereka memanfaatkan biomassa dari sampah eceng gondok yang dikonversi menjadi gas.
Upaya komunitas Walahar Eco Green kini mulai membuahkan hasil. Danau Cinta telah berkembang menjadi salah satu destinasi unggulan di Walahar, dengan berbagai fasilitas wisata seperti pusat kuliner, pusat kerajinan kriya, area workshop, serta restoran apung yang menarik minat pengunjung.
“Kami harus terus mengembangkan Desa Energi Berdikari agar tetap berkelanjutan. Salah satunya dengan meningkatkan kompetensi kami melalui sertifikasi ketenagalistrikan,” tutur Ubed.
Sebanyak 22 local heroes dari 12 provinsi di Indonesia berpartisipasi dalam pelatihan intensif yang mencakup regulasi kelistrikan, teknik instalasi, serta praktik pemeliharaan listrik.
VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menjelaskan bahwa melalui program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL), Pertamina terus mengembangkan DEB di berbagai wilayah Indonesia. Program ini bertujuan untuk memanfaatkan keunikan desa setempat agar lebih berdaya guna dan mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat lokal.
Baca juga: Inovasi dan Digitalisasi Ubah Wajah Industri Mebel Indonesia
“Local Hero seperti Ubed menjadi inspirasi dalam memberdayakan pemuda setempat untuk mengelola energi terbarukan dan mendukung transisi energi,” ungkap Fadjar.
Sebagai perusahaan pemimpin dalam transisi energi, Pertamina berkomitmen mencapai net zero emission 2060 dengan mendorong program berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) serta Sustainable Development Goals (SDGs). Keberhasilan komunitas Walahar Eco Green menjadi bukti nyata bahwa kesulitan dapat diubah menjadi peluang, dan limbah dapat menjadi berkah bagi lingkungan dan masyarakat.