Tangerang, 20 Mei 2025 – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap menjadi tulang punggung ekonomi nasional. UMKM menghadapi tantangan pemulihan pascapandemi dan disrupsi digital. Namun, hingga awal 2025, banyak pelaku UMKM belum memiliki legalitas dan perizinan lengkap. Kondisi ini menghambat akses mereka ke pembiayaan, kemitraan, dan pasar digital yang lebih luas.
Legalitas Usaha, Kunci UMKM Tembus Ekosistem Digital
Legalitas usaha bukan sekadar formalitas, melainkan pintu masuk bagi UMKM untuk terhubung dengan ekosistem ekonomi formal. Dengan izin usaha dan dokumen pendukung, UMKM bisa mendapatkan perlindungan hukum. Mereka juga dapat mengikuti program pembinaan pemerintah. Selain itu, UMKM berkesempatan memanfaatkan insentif dari lembaga keuangan dan marketplace digital.
Baca juga: Wirausaha Muda Fesyen dan Kriya Siap Naik Kelas Bersama CBI
Perizinan utama yang perlu dimiliki pelaku UMKM saat ini adalah Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diterbitkan melalui sistem Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko. NIB sekaligus berfungsi sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Impor (API), serta akses ke fasilitas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan untuk pelaku usaha.
Penyederhanaan Proses Penerbitan NIB bagi UMKM
Sejak 2023, pemerintah melalui Kementerian Investasi/BKPM menyederhanakan proses penerbitan NIB, terutama bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Prosesnya dapat diselesaikan secara daring hanya dalam waktu kurang dari 30 menit, asalkan pelaku UMKM memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan data usaha yang lengkap.
Selain NIB, pelaku UMKM yang bergerak di bidang makanan dan minuman juga diwajibkan memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang diterbitkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. SPP-IRT menjadi syarat mutlak agar produk dapat masuk ke retail modern dan e-commerce nasional.
Kebijakan Baru untuk Memperkuat UMKM
Pada 2025 ini, sejumlah kebijakan baru turut memperkuat penataan sektor UMKM. Salah satunya adalah integrasi data NIB dengan sistem perpajakan, yang memudahkan pelaku UMKM mengakses insentif Pajak Penghasilan Final 0,5 persen. Selain itu, pemerintah daerah didorong lebih proaktif memberikan pendampingan legalitas melalui program klinik UMKM, baik secara luring maupun daring.
Namun, kendala di lapangan masih sering ditemukan. Ketua Asosiasi UMKM Digital Indonesia, Diah Rukmini, menyebutkan bahwa sebagian pelaku usaha mikro di daerah terpencil masih terkendala literasi digital dan akses internet. “Perlu kolaborasi antar-lembaga, termasuk perguruan tinggi, untuk menjangkau UMKM yang belum tersentuh digitalisasi perizinan,” ujarnya.
Peran Platform Digital dalam Memfasilitasi Legalitas UMKM Ekspor
Di sisi lain, platform pendukung seperti exporthub.id juga mulai memfasilitasi legalitas bagi UMKM ekspor dengan menyediakan layanan informasi, pendampingan, dan integrasi dokumen usaha.
Baca juga: UMKM Go Export: Peluang dan Tantangannya dalam Industri Kerajinan
Direktur Pengembangan UMKM Kementerian Koperasi dan UKM, Arya Nugraha, menyampaikan target tahun ini. Mereka ingin mempercepat formalitas 3 juta UMKM tambahan. Pendekatannya bersifat sektoral dan berbasis wilayah. “Kami optimistis jika UMKM memiliki legalitas lengkap, mereka akan lebih tangguh menghadapi tekanan pasar. Mereka juga siap masuk ke rantai pasok global,” katanya.
Pentingnya Proaktif Mengikuti Perkembangan Legalitas Usaha
Dengan arus perubahan regulasi dan kemajuan teknologi, pelaku UMKM perlu proaktif mengikuti perkembangan informasi seputar legalitas usaha. Legalitas bukan sekadar syarat administratif, tetapi merupakan fondasi penting menuju UMKM yang profesional, berdaya saing, dan berkelanjutan.