Tangerang, 28 Januari 2025 – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengingatkan bahwa kebijakan pemangkasan anggaran belanja perjalanan dinas yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar minimal 50%, berpotensi merugikan industri perhotelan dan restoran, terutama di luar pulau Jawa dan daerah-daerah kecil. PHRI menilai bahwa kebijakan ini dapat menyebabkan penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi di daerah yang selama ini bergantung pada sektor pemerintahan.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menjelaskan bahwa beberapa hotel yang terletak di daerah kecil mendapatkan kontribusi pendapatan besar dari kunjungan dan aktivitas Pemerintah Daerah dan Pusat. Kegiatan pemerintahan, seperti rapat, konferensi, hingga MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions), memberikan kontribusi pendapatan antara 40% hingga 70% bagi hotel-hotel di daerah tersebut. Bahkan, di beberapa daerah kecil, kontribusi dari sektor pemerintahan bisa mencapai 70%.
Baca juga: Fakta Menarik di Balik BRI UMKM EXPO(RT) 2025
“Kebijakan pemangkasan anggaran ini akan sangat berdampak, terutama di daerah yang belum mendapatkan perhatian besar dari wisatawan dan belum memiliki sektor ekonomi yang kuat. Banyak hotel yang bergantung pada aktivitas pemerintah untuk tetap bertahan,” kata Maulana dalam keterangannya kepada Kontan, Senin (27/1).
Kebijakan yang tertuang dalam surat nomor S-1023/MK.02/2024, yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bertujuan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet pada Oktober dan November 2024. Meski demikian, PHRI menilai kebijakan ini bisa berdampak negatif pada daerah-daerah yang belum sepenuhnya bergantung pada sektor pariwisata.
Di daerah-daerah prioritas pariwisata seperti Mandalika dan Danau Toba, misalnya, meskipun sektor pariwisata telah berkembang, dukungan dari pemerintah pusat tetap dibutuhkan. Mandalika bahkan memerlukan bantuan dari sektor pemerintah untuk menyelenggarakan event besar seperti MotoGP, yang berpotensi mendatangkan wisatawan dan meningkatkan pendapatan.
Maulana menambahkan bahwa dampak dari kebijakan pemangkasan anggaran ini bukan hanya pada bisnis hotel dan restoran, tetapi juga pada ekosistem bisnis terkait, seperti pengadaan perlengkapan kamar dan fasilitas lainnya. Jika penurunan aktivitas ini terjadi, akan ada potensi besar bagi hotel dan restoran untuk mengurangi jumlah karyawan, yang tentu saja akan berdampak pada angka pengangguran.
Baca juga: Jatinangor Mulai Terapkan Pelayanan Publik Digital di Jawa Barat
“Jika kebijakan ini tidak disertai dengan program alternatif yang bisa menggerakkan ekonomi, maka akan semakin memperburuk kondisi perekonomian di daerah-daerah yang sudah kesulitan,” ungkapnya. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap sektor yang sudah menjadi pendorong ekonomi daerah.
PHRI pun berharap agar pemerintah bisa mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang dapat menjaga keberlanjutan sektor perhotelan dan restoran, yang selama ini telah berperan penting dalam perekonomian lokal.