Tangerang, 06 Desember 2024 – Laporan terbaru dari Institute for Essential Services Reform (IESR), yang bertajuk Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2025, menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia masih jauh dari mencapai target transisi energi yang ambisius. Laporan ini mengungkapkan bahwa meskipun ada janji untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan, kenyataannya pasokan energi fosil, khususnya dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), justru terus meningkat. Sementara itu, pertumbuhan energi terbarukan jauh lebih rendah dari yang diperkirakan.
Menurut data IESR, meskipun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang disebut-sebut sebagai “RUPTL hijau” telah diluncurkan, banyak proyek pembangkit energi terbarukan yang direncanakan pada periode 2021-2025 belum terealisasi. Bahkan, hingga tahun 2024, capaian bauran energi terbarukan Indonesia baru mencapai sekitar 13% dari target 23% pada 2025.
Baca juga: Bandung Bersalju, Karya Digital Brillian Fairiandi Memikat Netizen
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa transisi energi di Indonesia pada tahun 2024 masih dalam tahap konsolidasi, terhambat oleh pergantian kepemimpinan nasional, ketidakpastian ekonomi global, dan prioritas baru yang belum jelas. Dalam Transition Readiness Framework (TRF) yang dikembangkan IESR sejak 2022, para pelaku bisnis mencatat bahwa salah satu hambatan terbesar dalam transisi energi adalah kurangnya konsistensi kebijakan dan kepemimpinan. Meskipun ada kemajuan dalam biaya teknologi rendah karbon, namun regulasi yang tidak memadai dan tata kelola yang buruk tetap menjadi penghalang utama.
“2025 akan menjadi titik kritis bagi Indonesia untuk merumuskan strategi yang lebih reformis dalam mempercepat transisi energi yang adil dan efisien,” ujar Fabby, mengingat pentingnya merumuskan kebijakan yang lebih mendukung pengembangan energi terbarukan. Ia juga mengkritik fokus pemerintah yang lebih mengarah pada teknologi penyimpanan dan penangkapan karbon (CCS/CCUS) yang dianggap belum matang dan terlalu mahal, dibandingkan dengan teknologi energi surya, angin, dan penyimpanan energi yang sudah terbukti lebih terjangkau.
Baca juga: Peluang Bisnis Global bagi UMKM di BRI UMKM EXPO 2025
Dalam forum KTT G20 di Brasil, Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmennya untuk mengakhiri penggunaan PLTU batu bara pada tahun 2040. Fabby menilai ini adalah misi yang mungkin tercapai jika disertai dengan reformasi kebijakan besar-besaran dan perencanaan sistem ketenagalistrikan yang terpadu.
IESR menegaskan bahwa Indonesia kini berada di persimpangan jalan: terus mempertahankan industri fosil yang menguntungkan secara ekonomi atau segera beralih ke energi terbarukan untuk membangun ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan. Keraguan dalam menetapkan arah transisi energi yang jelas dapat mengancam pencapaian target net zero emission (NZE) pada 2050 dan melemahkan posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam pasar energi terbarukan global.
Dengan tantangan besar yang dihadapi, Indonesia perlu bergerak lebih cepat dan lebih tegas untuk mewujudkan target energi terbarukan dan pengurangan emisi yang telah dijanjikan, agar transisi energi yang adil dan berkelanjutan dapat tercapai dalam waktu dekat.