Tangerang, 26 November 2024 – Pasar Tanah Abang, ikon pusat perdagangan tekstil terbesar di Asia Tenggara, kini menghadapi tantangan besar. Dulu dikenal sebagai tempat favorit warga mencari pakaian murah dengan pilihan melimpah, pasar yang telah berdiri sejak 1735 ini kini mulai ditinggalkan pembeli. Lapak-lapak yang dulu ramai kini banyak yang tutup, sementara pedagang berjuang untuk bertahan di tengah gempuran era digital.
Kejayaan yang Kini Memudar
Di masa jayanya, Pasar Tanah Abang menjadi pusat perputaran uang yang mencapai hingga Rp200 miliar per hari. Harga murah, pilihan berlimpah, dan keramaian yang memadati pasar menjadi daya tarik utama. Namun, kini hanya segelintir pembeli yang masih setia datang, membuat banyak kios harus gulung tikar.
Baca juga: Meningkatkan Daya Saing Industri Indonesia Melalui Standardisasi
Kondisi ini diperparah oleh meningkatnya popularitas belanja online. Konsumen yang mulai terbiasa bertransaksi digital lebih memilih kenyamanan berbelanja dari rumah, tanpa harus menghadapi hiruk-pikuk pasar. Meski beberapa pedagang juga memanfaatkan platform digital untuk menjual produk, persaingan dengan barang impor yang lebih murah membuat mereka kesulitan bersaing.
Tantangan Pajak dan Regulasi
Selain itu, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan pemerintah juga menjadi kekhawatiran besar bagi para pedagang. Dengan kenaikan pajak ini, harga produk yang dijual di pasar tradisional kemungkinan akan semakin tinggi, menambah kesulitan bersaing dengan pasar online.
Baca juga: Desa Cerdas Sukoharjo: Transformasi Digital untuk Pembangunan Berkelanjutan
Pelanggan Setia dan Harapan Masa Depan
Meskipun begitu, Pasar Tanah Abang masih memiliki daya tarik tersendiri. Pelanggan dari luar kota, seperti Balikpapan, datang untuk merasakan pengalaman berbelanja langsung. Melihat fisik barang, mencoba produk, dan menikmati pilihan yang variatif menjadi alasan utama mereka tetap setia ke pasar ini.
Langkah revitalisasi sangat diperlukan untuk mengembalikan kejayaan Pasar Tanah Abang. Promosi yang lebih agresif, regulasi yang mendukung pedagang lokal, serta inovasi dalam pengalaman berbelanja bisa menjadi kunci agar pasar ini tetap relevan di era digital.