Pemerintah Susun Rencana Dekarbonisasi Industri Nikel

Tangerang, 21 November 2024 – Pemerintah Indonesia tengah menyusun peta jalan untuk mengurangi emisi karbon di sektor industri nikel sebagai bagian dari komitmen untuk mempercepat transisi energi hijau di Tanah Air. Langkah ini dirancang untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat industri baterai dunia yang mengedepankan standar keberlanjutan, khususnya dalam aspek environmental, social, and governance (ESG). Proses penyusunan peta jalan ini dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) bersama dengan World Resources Institute (WRI) dan menjadi bagian penting dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard, menyatakan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis untuk menjadi pusat industri baterai global berkat cadangan nikel yang melimpah. “Dengan pendekatan yang berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan tetap memenuhi tujuan iklim nasional,” ungkapnya dalam sesi diskusi COP29 di Baku, Azerbaijan pada 19 November 2024.

Baca juga: Sertifikasi Kompetensi untuk Membangun Industri Musik Kreatif

Industri nikel Indonesia, meski sukses menggenjot pendapatan melalui kebijakan hilirisasi, tetap menghadapi tantangan besar terkait dampak lingkungan, terutama dalam kontribusinya terhadap emisi gas rumah kaca (GRK). Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas, Nizar Marizi, menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kontribusi ekonomi sektor nikel dengan upaya untuk menekan dampak lingkungan. “Sektor ini harus berkembang dengan pendekatan yang ramah lingkungan,” tegasnya.

Peta jalan dekarbonisasi yang tengah disusun akan terbagi menjadi tiga fase, yaitu inisiasi, akselerasi, dan ekspansi. Pada fase inisiasi, fokus utama adalah pada riset dan perencanaan kebijakan terkait infrastruktur energi baru terbarukan (EBT) yang akan mendukung industri nikel. Fase akselerasi menargetkan pembangunan sistem transmisi listrik dan penyimpanan energi yang terhubung dengan sumber EBT, sementara fase ekspansi akan memperluas adopsi pembangkit EBT dan teknologi rendah karbon di smelter nikel serta pabrik baterai.

Baca juga: Emiten Besar Mulai Tinggalkan Batu Bara, Menuju Energi Hijau

Menurut Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, kerja sama global dan investasi dalam pembangunan industri yang terhubung dengan EBT menjadi kunci untuk mewujudkan dekarbonisasi. Potensi EBT di wilayah Sulawesi yang kaya akan sumber energi angin dan panas bumi menjadi salah satu pilar utama dalam mendukung upaya tersebut.

Dalam konteks global, Direktur Energi WRI, Jennifer Layke, menyatakan bahwa Indonesia tetap dapat berperan sebagai produsen baterai dunia dengan memitigasi dampak iklim dan sosial. Salah satu upaya untuk mencapai target transisi energi global adalah dengan meningkatkan kapasitas penyimpanan energi, dengan target pembangunan penyimpanan energi sebesar 1.500 GW pada 2030, meningkat enam kali lipat dibandingkan dengan kapasitas tahun 2022.

Dengan langkah-langkah ini, Indonesia berharap dapat menjaga keberlanjutan sektor nikel, mengurangi dampak emisi karbon, serta berperan aktif dalam transisi energi hijau global.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img