Tangerang, 15 November 2024 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkuat komitmennya untuk menekan emisi karbon sebagai bagian dari rencana mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Melalui pemanfaatan informasi geospasial dan tata kelola hutan yang baik, pemerintah Indonesia menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan dengan fokus utama pada sektor kehutanan dan lahan.
Menurut Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Herban Heryadana, Indonesia telah memperbarui strategi Nationally Determined Contribution (NDC) yang diselaraskan dengan strategi jangka panjang Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050). Langkah ini ditujukan untuk mengurangi emisi negara secara lebih efektif dengan melibatkan sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lain atau Forestry and Other Land Use (FOLU) yang diharapkan dapat menyumbang hingga 60% dari total target reduksi emisi nasional.
Baca juga: Aplikasi Teknologi Digital di Pelabuhan Perikanan Indonesia
Di dalam pertemuan COP29, Herban menjelaskan pentingnya rencana FOLU Net-Sink 2030 sebagai strategi untuk menurunkan emisi GRK pada sektor kehutanan dan penggunaan lahan hingga tahun 2030. Dalam upaya ini, informasi geospasial yang akurat menjadi faktor penting untuk merencanakan, mengukur, dan mengawasi reduksi emisi secara tepat.
Pentingnya Informasi Geospasial dalam Pengurangan Emisi
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Aris Marfani, menjelaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen menyediakan data geospasial guna mendukung pengurangan emisi karbon secara efektif. Saat ini, BIG menggunakan data dasar dengan skala 1:50.000 untuk pembangunan wilayah regional. Data ini dinilai sangat penting untuk memastikan ketepatan dalam perhitungan emisi karbon, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2016.
Aris menyampaikan, meskipun sebagian besar data spasial sudah dikumpulkan di Pulau Jawa, masih ada tantangan untuk menyelesaikan data geospasial di berbagai wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan catatan BIG, hingga Oktober 2024, sudah ada 67 peta integrasi dan 83 pembaruan peta yang dibuat dari total target 151 peta di seluruh provinsi.
Baca juga: Pelatihan Visual Produk UMKM Jambi Untuk Toko Online!
“Tahun ini kami menargetkan wilayah Sulawesi, tahun depan kami akan fokus ke Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan daerah lainnya. Dengan data ini, kita bisa melaksanakan kebijakan One Map Policy (OMP) untuk mendukung pembangunan nasional serta pemantauan emisi karbon secara terintegrasi,” tutur Aris.
One Map Policy untuk Pemantauan Emisi Terpadu
Kebijakan Satu Peta untuk Satu Indonesia atau One Map Policy (OMP) ini merupakan panduan utama pemerintah dalam menjalankan program-program kewilayahan untuk pembangunan. Dengan adanya data geospasial yang akurat, pemerintah diharapkan dapat memantau emisi karbon di setiap wilayah secara presisi. Kebijakan ini sekaligus mendukung target Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 melalui pengelolaan hutan dan lahan yang lebih baik.
Di COP29, Indonesia menunjukkan komitmen serius dalam upaya penanganan perubahan iklim dengan memperkuat tata kelola hutan berbasis data yang presisi. Inisiatif ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai target iklim global, serta mendukung pembangunan berkelanjutan yang berdampak positif bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.