Tangerang, 13 November 2024 – Ekonom Senior dan Associate Faculty dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Ryan Kiryanto, menegaskan bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak termasuk dalam kriteria kredit yang dapat diputihkan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024. Menurut Ryan, KUR telah diasuransikan pemerintah melalui dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), sehingga tidak perlu mendapatkan fasilitas pemutihan kredit.
Dalam keterangannya yang dikutip Bloomberg Technoz pada Selasa (12/11/2024), Ryan menyebut bahwa kriteria kredit yang dapat diputihkan sesuai dengan PP 47/2024 adalah utang yang dimiliki debitur UMKM yang tidak lagi dapat dibayarkan. Namun, kredit tersebut harus memiliki rekam jejak baik dan benar-benar terdampak oleh krisis, seperti krisis moneter 1997-1998 dan krisis finansial global 2008. Hal ini juga mencakup kredit yang disalurkan melalui Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), bukan KUR yang merupakan produk saat ini.
Baca juga: Sabun Indonesia Laris Manis di Pasar Ekspor Dunia
“KUR itu zaman sekarang, tidak masuk dalam kriteria pemutihan ini. Kredit yang dimaksud dalam PP ini adalah Kredit Usaha Tani dan Kredit Likuiditas Bank Indonesia yang disalurkan pada masa krisis moneter 97-98,” jelas Ryan.
Lebih lanjut, Ryan menjelaskan bahwa dalam setiap penyalurannya, KUR sudah mendapatkan jaminan dari pihak asuransi. Jika debitur KUR tidak mampu melunasi kreditnya, maka perusahaan asuransi yang akan menanggung kewajiban tersebut. Karena adanya mekanisme jaminan ini, pemutihan KUR dianggap tidak perlu dan berpotensi menimbulkan redundansi.
“Jangan sampai terjadi ‘double claim’. Dari bank sudah diganti, dari asuransi juga, dan kemudian dapat pemutihan dari pemerintah. Itu kan double, double-insured namanya,” ujar Ryan.
Mengenai pelaksanaan PP 47/2024, Ryan menekankan pentingnya setiap perbankan memiliki standar operasional prosedur (SOP) untuk menerapkan ketentuan teknis dari peraturan ini. Ia juga menggarisbawahi bahwa peraturan ini hanya berlaku untuk bank-bank milik negara yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Perekonomian Daerah (BPD), sedangkan bank swasta tidak termasuk dalam penerapan PP ini.
Ryan optimistis bahwa banyak debitur UMKM yang akan terbantu dengan kebijakan pemutihan kredit, terutama mereka yang terdampak bencana atau kesulitan ekonomi. Melalui pemutihan ini, debitur UMKM yang berhasil memenuhi kriteria pemutihan akan dihapus dari daftar hitam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memiliki kesempatan untuk mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan.
“Dengan dihapusnya nama dari daftar SLIK, debitur yang berkomitmen membangun usahanya kembali akan memiliki akses ke perbankan, namanya bisa, tanda petik, direhabilitasi,” tambah Ryan.
Baca juga: Dash Electric Fokus Percepat Adopsi Kendaraan Listrik Lewat Infrastruktur Hijau
PP 47/2024 sendiri mengatur tiga kriteria kredit UMKM yang dapat diputihkan. Pertama, kredit UMKM yang merupakan program pemerintah dan sudah selesai programnya saat peraturan ini berlaku. Kedua, kredit UMKM yang disalurkan oleh bank atau lembaga keuangan non-bank BUMN. Ketiga, kredit UMKM yang terdampak oleh bencana alam seperti gempa atau likuifaksi yang ditetapkan pemerintah atau instansi berwenang. Namun, dalam pasal 6 ayat (2) butir c disebutkan secara tegas bahwa kredit yang dijamin asuransi tidak termasuk dalam kriteria yang bisa diputihkan.