Hilirisasi Tembaga Dorong Investasi dan Lapangan Kerja

Tangerang, 11 November 2024 – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menegaskan dukungan penuh terhadap kebijakan hilirisasi yang melarang ekspor konsentrat tembaga mulai Januari 2025. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, mengungkapkan bahwa pelaksanaan kebijakan ini akan mengikuti arahan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) demi mendorong hilirisasi mineral yang berdampak besar pada penerimaan negara dan ekonomi nasional.

Dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (8/11), Askolani menjelaskan bahwa penghentian izin ekspor tembaga akan berdampak signifikan pada penerimaan bea keluar. Sepanjang tahun 2024, bea keluar dari ekspor tembaga diperkirakan menyumbang sekitar Rp 10 triliun bagi penerimaan negara. Namun, dengan adanya larangan ekspor mulai 2025, penerimaan dari bea keluar tembaga diprediksi tidak lagi menjadi bagian dari sumber pendapatan negara.

Baca juga: Aion Indonesia Siap Produksi Mobil Listrik di Asia Tenggara

“Kemungkinan akan lebih dari Rp 10 triliun sampai Desember 2025. Sehingga kemudian di Desember 2025 kita tidak akan mendapatkan bea keluar tembaga,” ungkap Askolani.

Meski akan kehilangan potensi pendapatan yang besar dari bea keluar tembaga, Askolani memastikan bahwa sumber penerimaan negara akan dialihkan ke sektor lain, terutama crude palm oil (CPO). Sektor ini telah memberikan kontribusi sebesar Rp 5 triliun per tahun, dan Bea Cukai akan meningkatkan fokus pada sektor tersebut sebagai upaya untuk menutupi kekurangan dari hilangnya bea keluar tembaga.

Askolani juga menyoroti dampak positif hilirisasi yang diharapkan dapat mendongkrak investasi dalam negeri, terutama melalui pembangunan smelter-smelter baru. Dengan adanya smelter, bahan mentah yang selama ini diekspor akan diolah di dalam negeri, yang berpotensi meningkatkan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, larangan ekspor konsentrat tembaga ini juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari pajak, baik dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh) perusahaan.

“Hilirasi ini juga akan menyebabkan penambahan PPN dan PPh dari perusahaan yang tentunya Pak Suryo (Dirjen Pajak) yang akan review itu dampak dari shifting dari bea keluar ke pajak,” jelas Askolani.

Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk mendorong penerimaan pajak, tetapi juga diharapkan dapat membuka lebih banyak lapangan pekerjaan di Indonesia. Bea Cukai dan instansi terkait akan terus memantau pelaksanaan kebijakan ini pada 2025 demi memastikan tujuan hilirisasi mineral dapat tercapai, sekaligus memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi negara.

Baca juga: OJK Bongkar Pentingnya Literasi Keuangan untuk UMKM

Dengan kebijakan hilirisasi ini, Indonesia berharap dapat meningkatkan daya saing di industri pengolahan mineral global serta menjaga ketahanan ekonomi melalui pendapatan yang lebih beragam dan berkelanjutan.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img