getimedia.id – Jakarta, Permendag 31/2023 – Keselamatan UMKM, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) telah mengumumkan penerbitan aturan baru dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Peraturan ini dikenal sebagai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, yang akan mulai berlaku pada tanggal 26 September 2023. Aturan baru ini bertujuan untuk menyempurnakan Permendag 50/2020 yang sebelumnya mengatur tentang perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.
Baca Juga : Sumber Inspirasi Pop Art
Salah satu tujuan utama aturan baru ini adalah meningkatkan perlindungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), konsumen, serta pelaku usaha dalam negeri. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah persaingan usaha yang tidak adil atau kurang fair di dalam ekosistem perdagangan elektronik.
Menteri Zulhas menjelaskan bahwa pemerintah di seluruh dunia memiliki tanggung jawab untuk melindungi UMKM dalam negerinya. Ini adalah langkah penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
Beberapa pengaturan utama dalam Permendag 31/2023 mencakup:
- Pendefinisian Model Bisnis: Aturan ini mendefinisikan model bisnis penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik seperti lokapasar (marketplace) dan social commerce untuk mempermudah pembinaan dan pengawasan.
- Penetapan Harga Minimum: Barang jadi asal luar negeri yang dijual langsung oleh pedagang ke Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara akan dikenakan harga minimum sebesar US$ 100 per unit.
- Positive List: Disediakan daftar barang asal luar negeri yang diizinkan masuk langsung ke Indonesia melalui platform e-commerce.
- Syarat Khusus bagi Pedagang Luar Negeri: Pedagang luar negeri pada marketplace dalam negeri harus memenuhi beberapa syarat, termasuk bukti legalitas usaha, pemenuhan standar (SNI wajib) dan halal, pencantuman label, penggunaan bahasa Indonesia pada produk asal luar negeri, dan asal pengiriman barang.
- Larangan Marketplace sebagai Produsen: Marketplace dan social commerce dilarang bertindak sebagai produsen.
- Pembatasan Penguasaan Data: Aturan ini melarang penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dan afiliasinya untuk menyalahgunakan data pengguna untuk kepentingan perusahaan mereka.
Meskipun aturan baru ini bertujuan mulia untuk melindungi UMKM dan memastikan persaingan yang adil, ada sejumlah sorotan dan kontroversi yang muncul. Salah satunya adalah masalah perpajakan TikTok Shop, yang saat ini belum dikenakan pajak e-commerce meskipun telah melakukan transaksi jual beli. Direktorat Jenderal Pajak menyatakan bahwa Tiktok hanya terdaftar sebagai pemungut pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Selain itu, ada juga penolakan dari Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) terhadap pembatasan jual barang impor di bawah US$ 100 di e-commerce. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini akan merugikan industri UMKM dalam negeri dan sektor logistik.
Dalam menghadapi berbagai kontroversi ini, perlu langkah-langkah yang lebih bijak untuk memastikan bahwa aturan baru ini benar-benar efektif dalam melindungi UMKM dan memastikan persaingan yang adil di era perdagangan elektronik. Pelatihan dan program literasi digital juga diperlukan untuk membantu UMKM mengoptimalkan manfaat dari social-commerce.
Terakhir, penting bagi pemerintah untuk merinci pengaturan social-commerce agar setara dengan e-commerce, dan mengatasi isu-isu seperti perpajakan dan labeling produk impor. Ini akan membantu menciptakan level playing field yang adil bagi semua pelaku usaha dalam ekosistem perdagangan elektronik.
Sumber : kompas.co.idÂ