Efisiensi Hilirisasi Kelapa Sawit Bantu Kesejahteraan Petani

Tangerang, 15 April 2025 – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berkomitmen untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri kelapa sawit dalam negeri. Kebijakan hilirisasi yang tengah digalakkan bertujuan untuk memperkuat lima jalur utama industri kelapa sawit, yakni produksi minyak goreng sawit, oleofood (lemak pangan), oleochemicals, fitonutrient, serta biomassa atau biomaterial.

Salah satu langkah konkret Kemenperin dalam mendukung hilirisasi kelapa sawit adalah dengan memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PalmCo/PTPN IV dengan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN). PKS ini ditandatangani di Pabrik Kelapa Sawit Adolina, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, pada Kamis (10/4) lalu. Penandatanganan tersebut merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (MoU) yang sebelumnya telah disepakati oleh Kemenperin, PalmCo, dan KPGN, dan disaksikan oleh pimpinan serta anggota Komisi VII DPR RI dalam kegiatan Kunjungan Kerja Reses DPR RI ke wilayah Sumatera Utara.

Baca juga: Sukses Ekspor PT Gagaclo Capai Nilai Rp443 Juta ke Inggris

Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, dalam keterangan resminya menjelaskan bahwa dalam proses peremajaan kebun kelapa sawit (replanting), batang sawit seringkali menjadi bahan yang terbuang. Namun, Putu menyebutkan bahwa ada peluang besar untuk memanfaatkan batang sawit tersebut, yakni sebagai nira. Nira sawit yang kaya akan kandungan gula dapat diolah menjadi gula merah berkualitas tinggi.

Hal ini juga tercermin di Kabupaten Serdang Bedagai, yang merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. Di daerah ini, jumlah pengrajin nira sawit terus meningkat, menandakan potensi ekonomi yang signifikan dari hasil olahan nira sawit, terutama dalam mendukung keberlanjutan usaha kecil dan menengah (IKM) di sektor gula merah sawit.

Untuk memastikan keberlanjutan usaha gula merah sawit, Putu menekankan pentingnya petani membangun sistem manajemen yang efisien dalam mengelola usaha mereka. “Petani perlu mengembangkan sistem manajemen sumber daya manusia, produksi, dan pemasaran yang baik, didukung oleh pelatihan dan pendampingan dari pengrajin berpengalaman,” ujar Putu.

Selain itu, pola kemitraan yang menghubungkan petani dengan pengrajin gula merah sawit juga dinilai penting untuk meningkatkan efisiensi. “Kerja sama ini akan mempermudah petani dalam menyediakan bahan baku nira sawit yang mereka tanam sendiri,” lanjutnya.

Baca juga: Festival Kesenian Tepus 2025 Angkat Potensi UMKM

Proses pengolahan nira sawit ini diperkirakan membutuhkan investasi sekitar Rp25 juta per hektar, yang mencakup pembelian peralatan. Data yang ada menunjukkan bahwa rata-rata nira yang dihasilkan mencapai 6,8 liter per batang sawit per hari. Dengan proses penderesan yang berlangsung antara 1,5 hingga 2 bulan, petani dapat menghasilkan keuntungan bersih antara Rp18 juta hingga Rp25 juta jika mengolah nira dan batang kelapa sawit tersebut secara mandiri.

Dengan berbagai upaya ini, Kemenperin berharap inisiatif pengolahan nira dan pemanfaatan batang kelapa sawit dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan para pekebun kelapa sawit di Indonesia.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img