Tangerang, 08 April 2025 – Industri tekstil dan fesyen global tengah berada di titik kritis, di mana di satu sisi sektor ini mendukung pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain juga menyumbang 10 persen dari emisi karbon global dan konsumsi air yang sangat besar. Oleh karena itu, banyak pihak mulai mencari alternatif bahan baku yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu bahan yang kini kembali mendapat perhatian adalah serat kapuk atau randu, yang pernah terlupakan selama beberapa dekade.
Pohon randu (Ceiba pentandra), yang dahulu menjadi kebanggaan tanah Jawa, menghasilkan serat kapuk yang ringan, tahan air, dan dapat terurai secara hayati. Namun, selama ini kapuk hanya dimanfaatkan sebagai bahan isi kasur dan bantal. Berkat kemajuan teknologi, kini kapuk mulai diproses menjadi bahan tekstil yang ramah lingkungan.
Baca juga: Rizki Situngkir Berikan Akses Makanan Sehat Melalui Kebun Organik yang Ramah Lingkungan
Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembalikan kejayaan kapuk sebagai bahan baku tekstil. Sebagai negara yang pernah menjadi penghasil kapuk terbesar di dunia pada 1930-an, Indonesia kini dapat memanfaatkan kembali sumber daya lokal ini untuk mengurangi ketergantungan pada kapas impor, yang mencapai 900 ribu ton per tahun. Dengan memanfaatkan kapuk, Indonesia berpotensi menghemat devisa triliunan rupiah dan menciptakan lapangan kerja di sektor hulu hingga hilir.
Meskipun kapuk memiliki tantangan teknis dalam pengolahannya, seperti seratnya yang licin dan rapuh, penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya. Salah satu solusi yang ditemukan adalah perlakuan alkali untuk meningkatkan kekasaran permukaan serat kapuk, sehingga lebih mudah dipintal menjadi benang. Selain itu, kapuk juga bisa dicampurkan dengan serat lain, seperti kapas organik, untuk menghasilkan produk tekstil yang lebih kuat dan ramah lingkungan.
Baca juga: Berkembang Pesat Pasca Pandemi, Toko Startup Dukung UMKM dengan Teknologi Digital
Di tingkat pengolahan, sejumlah perusahaan rintisan telah mulai mengolah kapuk menjadi benang berkualitas tinggi yang diekspor ke pasar global. Teknologi canggih dalam pemintalan dan teknik needle punching untuk membuat kain non-anyam juga membuka peluang aplikasi baru untuk kapuk, seperti material insulasi atau alas kaki ramah lingkungan.
Sebagai upaya untuk melestarikan tanaman randu dan memaksimalkan potensi kapuk, Balai Perakitan Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) telah melakukan konservasi tanaman randu, baik secara in vitro maupun lapang. Selain itu, desa Karaban di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, yang dikenal sebagai pusat pengolahan kapuk terbesar di Indonesia, juga menjadi contoh nyata revitalisasi industri kapuk.
Namun, meskipun potensi kapuk sangat besar, industri ini menghadapi tantangan besar terkait ketersediaan bahan baku. Sebanyak 30 persen pohon kapuk di Pati telah ditebang untuk berbagai kepentingan, termasuk pengembangan infrastruktur. Jika hal ini terus berlanjut, dalam beberapa tahun ke depan industri kapuk di daerah tersebut bisa terancam punah.
Dengan dukungan riset berkelanjutan dan kerjasama antara pemerintah, institusi penelitian, serta pelaku industri, kapuk randu memiliki potensi besar untuk menjadi komoditas unggulan Indonesia. Selain memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, kapuk juga dapat mendukung industri tekstil hijau yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Indonesia kini memiliki peluang besar untuk mengembalikan kejayaan kapuk dan memanfaatkan serat randu sebagai bahan baku tekstil masa depan. Melalui pemanfaatan sumber daya lokal yang ramah lingkungan ini, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam pasar tekstil global yang semakin menuntut produk-produk berkelanjutan.