Tangerang, 20 Desember 2024 – Batik sebagai warisan budaya Indonesia yang telah diakui UNESCO sejak tahun 2009, kini menghadapi tantangan serius akibat maraknya produk impor tiruan batik di pasar lokal. Tantangan ini tercermin dari kontraksi ekspor industri batik sebesar 8,29 persen pada semester I tahun 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi, mengungkapkan bahwa persaingan ketat dengan produk tiruan batik, baik yang masuk secara legal maupun ilegal, menjadi akar masalah utama. “Industri batik Indonesia sedang bersaing dengan produk-produk impor tiruan seperti printing,” jelas Andi dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (19/12).
Baca juga: Generasi Muda dan Peluang Industri Digital di 2024
Untuk menghadapi situasi ini, Kemenperin terus mendorong peningkatan daya saing industri batik nasional. Industri batik merupakan sektor strategis yang tidak hanya berorientasi ekspor tetapi juga menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja. Pada semester I-2024, ekspor batik menyumbang USD8,33 juta atau setara Rp127 miliar terhadap total ekspor industri tekstil nasional.
Salah satu upaya utama yang dilakukan Kemenperin adalah mendorong penerapan sertifikasi Batikmark pada produk batik. Batikmark memberikan jaminan mutu, meningkatkan kepercayaan konsumen, serta melindungi produk lokal dari persaingan tidak sehat. Hingga November 2024, sebanyak 530 sertifikat Batikmark telah diterbitkan melalui Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Yogyakarta.
Regulasi terkait penggunaan Batikmark diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 74 Tahun 2007. Kepala BBSPJIKB, Budi Setiawan, menyebutkan bahwa sertifikasi ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk batik tulis, cap, maupun kombinasi. “Kami mendorong pelaku industri untuk menerapkan Batikmark demi meningkatkan kualitas dan nilai produk mereka,” ujarnya.
Selain itu, Kemenperin juga membuka peluang pasar baru, seperti menyediakan seragam batik untuk jemaah haji Indonesia. Kerja sama ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri batik nasional. “Kami mengimbau jemaah haji untuk menggunakan seragam batik asli, minimal batik cap, untuk mendukung industri batik lokal,” tambah Budi.
Baca juga: Pengusaha Keluhkan UU Cipta Kerja, Mengapa?
Dengan berbagai upaya ini, Kemenperin optimis industri batik Indonesia akan kembali berjaya, sekaligus melindungi warisan budaya yang menjadi identitas bangsa.