Tangerang, 19 Desember 2024 – Pertumbuhan ekonomi nasional yang stagnan di level 5 persen semakin disorot sebagai dampak kurangnya dukungan terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian ini masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam akses permodalan.
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UKM Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eisha Maghfiruha Rachbini, mengungkapkan bahwa gap pembiayaan UMKM berkontribusi pada lemahnya pertumbuhan ekonomi nasional sehingga stagnan. Berdasarkan kajian EY Indonesia, kebutuhan pendanaan UMKM pada tahun 2026 diperkirakan mencapai Rp4.300 triliun. Namun, hingga saat ini, pendanaan yang terakomodasi baru mencapai Rp1.900 triliun.
Baca juga: UMKM Bekasi Siap Ekspor dengan Dukungan Bea Cukai
“Gap pembiayaan ini terjadi karena permintaan pinjaman (kebutuhan pembiayaan) lebih besar dibandingkan sisi supply-nya,” ujar Eisha dalam sebuah acara di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Eisha menjelaskan, kendala utama dalam akses pembiayaan UMKM terletak pada sistem penilaian kelayakan pinjaman yang mengharuskan pelaku usaha memiliki kapasitas, jaminan, dan profil risiko yang memadai. Sayangnya, hal ini sering kali menjadi penghambat bagi pelaku usaha kecil untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan formal.
“Dengan pendanaan yang terhambat dan kapasitas yang terbatas, para pelaku usaha akan kesulitan melakukan ekspansi dan akumulasi modal. Dampak jangka panjangnya adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak optimal sesuai target,” tambah Eisha, yang juga merupakan putri dari ekonom senior, Prof. Didik J Rachbini.
Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Helvi Yuni Moriza, turut menyoroti pentingnya peningkatan akses pembiayaan untuk UMKM. Dalam pernyataannya pada Selasa (10/12/2024), Helvi menegaskan bahwa kementerian terus mendorong peningkatan kualitas UMKM sejalan dengan Asta Cita ke-3 pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Fokus ini meliputi peningkatan lapangan kerja, pengembangan kewirausahaan, industri kreatif, serta pembangunan infrastruktur.
Helvi menekankan pentingnya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam mendukung pembiayaan UMKM. “Saat ini kebutuhan pembiayaan yang terpenuhi baru mencapai Rp1.900 triliun. Kita perlu memastikan akses pembiayaan lebih mudah dan terjangkau bagi pelaku UMKM,” ujarnya.
Baca juga: Mobil Listrik dan Baterai Dorong Transformasi Hijau Indonesia
Namun, Helvi juga mengingatkan perlunya pendampingan intensif agar pelaku UMKM mampu memenuhi kewajiban pembayaran kredit mereka. “Jangan sampai perbankan mengucurkan kredit, kemudian mereka tersandera oleh non-performing loan (NPL) yang tinggi,” imbuhnya.
Dukungan penuh terhadap UMKM, baik dari pemerintah maupun sektor keuangan, menjadi kunci untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Tanpa akses pendanaan yang memadai, mimpi menciptakan lapangan kerja berkualitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan akan sulit terwujud.