Strategi psikologi pemasaran untuk meningkatkan penjualan tanpa harus menurunkan harga.

getimedia.id – Jakarta, Dalam ranah pemasaran, harga merupakan salah satu elemen kunci yang sangat mempengaruhi keputusan konsumen saat membeli sebuah produk. Namun, kerap kali muncul permasalahan saat pelaku bisnis menjalankan strategi harga yang tidak sesuai. Harga yang terlalu rendah bisa mereduksi persepsi tentang kualitas produk dan merek, yang mungkin membuat konsumen ragu-ragu dan beralih ke produk lain. 

Di sisi lain, harga yang terlalu tinggi bisa meredam minat konsumen dan mendorong mereka mencari alternatif yang lebih terjangkau. Oleh karena itu, memanfaatkan strategi psikologi pemasaran yang cerdas adalah kunci untuk meningkatkan daya tarik produk serta memperkuat kepercayaan konsumen pada merek, semua ini dapat dicapai tanpa harus merubah harga. 

Ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana memahami psikologi konsumen? Mari simak penjelasannya di bawah ini.

Psikologi pemasaran merujuk pada penerapan pengetahuan tentang psikologi dan perilaku manusia dalam konteks aktivitas pemasaran. Sesuai dengan pandangan Kristanto (2011), tujuan utamanya adalah mencapai penjualan yang optimal melalui pemahaman lebih dalam tentang bagaimana konsumen berpikir dan bertindak. 

Namun, perlu ditekankan bahwa dalam psikologi pemasaran, fokusnya adalah memengaruhi konsumen secara positif dengan menggunakan pesan pemasaran yang jujur dan akurat, bukan dengan niat untuk memanipulasi mereka. Melalui pendekatan ini, perusahaan dapat membangun hubungan yang langgeng dan saling menguntungkan dengan konsumen.

Sahabat Wirausaha yang ingin mengintegrasikan strategi psikologi pemasaran dalam bisnisnya, mari kita telaah 7 panduan berikut ini untuk Anda!

  1. Framing Effect

Fenomena yang dikenal sebagai “Framing Effect” mengindikasikan bahwa pembuat keputusan, seperti pembeli atau konsumen, akan merespons situasi yang sama secara berbeda tergantung pada bagaimana masalah tersebut disajikan, seperti yang dijelaskan oleh Suartana (2010).

Sebagai contoh, mari kita pertimbangkan kasus pembersih merek Dettol, yang menampilkan klaim “membunuh 99,9% kuman” di label produknya, sementara merek lokal menggunakan kalimat “Hanya tersisa 0,1% kuman”. 

Dalam situasi ini, Dettol menekankan efektivitas produknya dalam membunuh kuman dengan persentase tinggi, sementara merek lokal menyoroti sisa kuman yang tidak dapat mereka hilangkan.

Apa yang terjadi di sini? Perbedaan dalam cara produk ini dipresentasikan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitasnya. Akibatnya, konsumen cenderung lebih memilih produk yang secara eksplisit menonjolkan hasil positifnya.

  1. Anchoring Effect

Efek Anchoring adalah suatu bias kognitif yang mencerminkan kecenderungan umum manusia untuk terlalu mempercayai informasi awal yang mereka terima, yang sering disebut sebagai “anchor,” saat mereka harus membuat keputusan. Informasi awal ini menjadi rujukan penting dalam proses penilaian dan akhirnya mempengaruhi keputusan pembelian.

Dalam praktiknya, perusahaan sering mengaplikasikan konsep ini dengan mengatur harga awal produk mereka lebih tinggi daripada yang diharapkan oleh pelanggan untuk produk sejenis. Strategi ini bertujuan agar pelanggan yang melihat harga awal tersebut akan merasa harga selanjutnya adalah diskon atau penawaran yang lebih menguntungkan. 

Hal ini disebabkan karena manusia secara alami cenderung memusatkan perhatian pada nilai atau harga pertama yang mereka lihat, yang dapat sangat memengaruhi keputusan pembelian mereka.

Sebagai contoh, Alfamart mungkin mencantumkan harga awal produk kue kaleng Gery Butter Cookie sebesar Rp. 35.500, kemudian menghapusnya dan menampilkan harga “diskon” sebesar Rp. 29.900. Dengan tindakan ini, Alfamart menciptakan kesan bahwa harga asli sebenarnya Rp. 35.500, sehingga konsumen merasa bahwa mereka mendapatkan diskon sebesar Rp. 5.600. 

Dengan menggunakan strategi ini, Alfamart sebenarnya memanfaatkan kebiasaan konsumen yang cenderung memandang harga pertama yang mereka lihat sebagai patokan dalam membuat keputusan pembelian, sehingga menciptakan standar dalam penilaian harga dan nilai produk tersebut.

  1. Loss Aversion

Loss Aversion adalah reaksi bawaan dalam ekonomi perilaku yang memengaruhi cara kita membuat keputusan dan membantu kita menghindari kerugian sebisa mungkin. Sebagai manusia, kita dihadapkan pada sejumlah besar keputusan sehari-hari. Bahkan dalam hal sederhana seperti makanan, kita dapat menghadapi lebih dari 200 keputusan setiap harinya.

Sebagai respons alami terhadap volume keputusan yang harus diambil, kita telah mengembangkan mekanisme yang membantu kita membuat keputusan dengan cepat, terutama saat kita dihadapkan pada banyak pilihan. Semakin berisiko situasi tersebut, semakin besar pengaruh loss aversion pada cara kita membuat keputusan.

Sebagai contoh, Gopay mungkin menghadirkan penawaran dengan pernyataan “Hemat hingga Rp. 50.000” yang ditampilkan dengan warna yang mencolok seperti kuning. Di atasnya, mereka mencantumkan syarat dan ketentuan dengan menyebutkan “kuota terbatas”. 

Dari perspektif pembeli, adanya kuota terbatas ini bisa diartikan bahwa mereka harus bertindak cepat jika tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mendapatkan diskon tersebut. Urgensi ini mendorong mereka untuk memilih promo Gopay daripada membeli di tempat lain dengan harga yang lebih tinggi.

  1. Endowment Effect

Efek Endowment merupakan suatu konsep dalam psikologi pemasaran yang menunjukkan bahwa seseorang cenderung memberi nilai lebih tinggi pada suatu barang jika barang tersebut telah menjadi milik mereka sendiri. Ini berarti bahwa ketika kita memungkinkan konsumen untuk merasakan dan memiliki suatu produk, mereka mungkin akan mengembangkan perasaan bahwa barang tersebut sudah menjadi bagian dari kepemilikan mereka. 

Akibatnya, jika mereka harus mengembalikan barang tersebut, mereka mungkin akan merasa kehilangan dan menganggap itu sebagai kerugian. Situasi ini dapat menghasilkan hasil yang berbeda dibandingkan dengan saat produk hanya dijual secara konvensional di toko.

Sebagai ilustrasi, Fit Hub Gym menawarkan program uji coba gratis selama 7 hari untuk paket premium mereka yang membantu pelanggan dalam berolahraga dan menjalani gaya hidup sehat. Selama periode uji coba ini, pelanggan dapat merasa seperti memiliki akses penuh ke paket premium tersebut. 

Setelah uji coba berakhir, pelanggan mungkin merasa kehilangan manfaat dari paket premium yang telah membantu mereka sebelumnya. Akibatnya, mereka mungkin lebih cenderung untuk memutuskan untuk membeli paket tersebut, karena mereka sudah merasakan manfaatnya secara langsung.

  1. Priming

Priming adalah pengaruh yang seringkali tidak disadari dari gambar atau kata-kata tertentu terhadap cara kita memandang dan merespons hal-hal baru di sekitar kita. Sebagai contoh, jika kita sering terpapar gambar-gambar buah apel, kita mungkin akan lebih condong untuk membeli atau mengonsumsi apel daripada buah lainnya saat kita berbelanja di pasar.

Dalam dunia pemasaran, ada beberapa cara di mana priming dapat menjadi alat yang sangat efektif, di antaranya:

  1. Priming Atribut Langsung: Teknik ini melibatkan memulai promosi produk dengan pertanyaan yang terkait dengan atribut tertentu dari produk tersebut. Sebagai contoh, jika Anda menjual berbagai macam makanan laut, Anda dapat memulai promosi dengan pertanyaan seperti: “Apakah Anda sering bosan dengan pilihan menu seafood yang terbatas?” atau “Ingin mencoba seafood dengan beragam pilihan menu yang menarik?”

Dengan cara ini, Anda dapat menggarisbawahi atribut utama bisnis kuliner Anda, yaitu variasi menu yang menarik, dan memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, menawarkan beragam pilihan menu sebagai solusi utama.

  1. Priming Atribut Tidak Langsung: Teknik ini mencakup penggunaan jenis musik tertentu di toko atau restoran Anda untuk mempromosikan produk tertentu. Sebagai contoh, Anda bisa memutar musik yang terkait dengan suasana liburan dan menggunakan warna biru yang mendominasi dalam papan iklan Anda. Warna biru ini dapat memicu asosiasi dengan langit dan laut dalam pikiran pelanggan, sehingga membuat mereka lebih terbuka terhadap ide berlibur.
  2. Brand Priming: Brand priming digunakan untuk memengaruhi pemikiran dan tindakan pelanggan melalui penggunaan nama dan logo merek. Contoh yang terkenal adalah Redbull, yang selalu mengaitkan mereknya dengan konsep energi dan kecepatan, atau Nike, yang memfokuskan iklannya pada olahraga dan pencapaian.
  3. Priming dengan Warna dan Gambar: Warna memiliki makna dan emosi yang terkait dengannya, sehingga pemilihan warna merek bisa sangat penting. Sebagai contoh, McDonald’s menggunakan warna merah dan kuning dalam logo mereka, yang dapat merangsang rasa lapar dan kegembiraan. Pemilihan warna dan gambar yang tepat dapat menciptakan asosiasi emosional yang positif dengan merek Anda, yang memengaruhi konsumen dalam memilih produk Anda.
  1. Incentives

Incentives, dalam konteks pemasaran, merupakan insentif yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan yang sudah ada atau calon pelanggan dengan tujuan mendorong mereka untuk melakukan tindakan tertentu yang menguntungkan bisnis, seperti pembelian, kunjungan situs web, pendaftaran email, atau merujuk orang lain.

Ketika kita memilih insentif pemasaran, sangat penting untuk mempertimbangkan tujuan spesifik yang ingin kita capai. Apakah kita ingin meningkatkan kesadaran merek, mengumpulkan prospek, mendorong pembelian, memperkuat loyalitas pelanggan, atau mendapatkan referensi bisnis dari orang lain? Ada berbagai jenis insentif yang dapat membantu kita mencapai setiap tujuan tersebut.

Mari kita lihat lima jenis insentif pemasaran yang umum digunakan, yang dapat dikelompokkan berdasarkan tujuannya:

  1. Insentif Pemasaran untuk Meningkatkan Kesadaran Merek:
  • Sampel Gratis
  • Penawaran Produk Gratis dalam waktu terbatas
  • Undian dan Kontes (Melalui Media Sosial atau Word of Mouth)
  • Barang Promosi Merek (misalnya, pakaian atau merchandise merek yang akan digunakan sebagai alat promosi yang berjalan).
  1. Insentif Pemasaran Untuk Meningkatkan Prospek:
  • Insentif Informatif, seperti e-book, whitepaper, atau dokumentasi berharga yang berhubungan dengan merek.
  • Penawaran Kupon dan Diskon sebagai imbalan untuk alamat email.
  • Percobaan Gratis dari Produk atau Layanan.
  • Undian atau kontes yang membutuhkan nomor atau alamat email.
  1. Insentif Pemasaran Untuk Memotivasi Pembelian:
  • Penawaran Buy One Get One Free.
  • Barang Bonus Gratis dengan Pembelian.
  • Upgrade Gratis dengan Pembelian.
  • Diskon, Kupon, atau Penjualan.
  • Undian di mana setiap pembelian memberikan pelanggan kesempatan untuk memenangkan hadiah.
  1. Insentif Pemasaran untuk Meningkatkan Retensi:
  • Diskon pada Pembelian Berikutnya.
  • Kredit Toko yang dapat digunakan di masa mendatang.
  • Program Poin Loyalitas, yang memungkinkan pelanggan menukarkan poin untuk hadiah tertentu.
  • Peningkatan Fitur atau Manfaat dengan pembelian berkelanjutan.
  • Undian dan Kontes eksklusif untuk pelanggan yang sudah ada.
  1. Insentif Pemasaran untuk Memotivasi Referral:
  • Diskon atau Kredit Toko sebagai imbalan atas referensi yang berhasil.
  • Produk Gratis sebagai insentif untuk merujuk orang lain.
  • Barang Promosi Merek yang diberikan kepada pelanggan yang merujuk.
  • Pembayaran Tunai atau imbalan finansial atas setiap referensi yang menghasilkan penjualan.
  1. Authority

Bias Otoritas adalah kecenderungan umum di mana individu cenderung menganggap opini dari tokoh otoritas sebagai lebih valid, tanpa memperhatikan konten sebenarnya dari opini tersebut, dan seringkali mengikuti pendapat otoritas tersebut. Orang lebih mungkin terpengaruh oleh saran atau rekomendasi dari ahli atau sumber yang dipercayai, dan cenderung mengikuti arahan mereka.

Sebagai contoh, kita dapat melihat perusahaan pasta gigi Sensodyne yang menggunakan seorang aktor berpenampilan seperti seorang dokter gigi (disebut sebagai Dokter Sri Budi Muljani Adinoto) untuk mempromosikan keefektifan produk mereka. 

Meskipun bukan seorang dokter gigi sebenarnya, penampilannya menciptakan kesan bahwa ia adalah seorang profesional kesehatan yang memiliki otoritas dalam menilai kesehatan gigi dan produk-produk yang berhubungan.

Beberapa penelitian telah menunjukkan dampak positif dari penggunaan figur otoritas atau selebritas dalam kampanye iklan. Ketika rekomendasi produk berasal dari individu atau merek yang memiliki reputasi yang kuat atau dihormati secara luas, hal ini cenderung meningkatkan kepercayaan konsumen dan dapat menghasilkan konversi yang lebih tinggi untuk produk tersebut.

Dalam kesimpulan, pemahaman tentang Bias Otoritas adalah salah satu aspek penting dalam psikologi pemasaran. Strategi-strategi yang telah dijelaskan di atas dapat efektif dalam memotivasi pelanggan dan calon pelanggan untuk melakukan tindakan atau konversi yang diinginkan. 

Jadi, jangan ragu untuk mencoba strategi ini dalam upaya pemasaran Anda. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat, silakan bagikan kepada teman-teman Anda dan berikan komentar Anda untuk berdiskusi lebih lanjut.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img