Kenaikan PPN dan Tax Amnesty: Kenapa Kelas Menengah Terbebani?

Tangerang, 21 November 2024 – Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III semakin menguat, seiring dengan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun depan. Peningkatan PPN ini diperkirakan akan langsung mempengaruhi harga barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memberatkan beban ekonomi kelas menengah ke bawah. Sementara itu, wacana tax amnesty jilid III memicu kontroversi karena dianggap semakin mempertegas ketidakadilan dalam sistem perpajakan di Indonesia, terutama terkait perlakuan terhadap konglomerat dan wajib pajak kelas menengah.

Pemerintah sebelumnya sudah pernah menerapkan dua kali kebijakan pengampunan pajak, yaitu pada tax amnesty jilid I (2016) dan jilid II (2022). Program tersebut pada dasarnya lebih ditujukan kepada para konglomerat dengan tunggakan pajak yang besar, yang kerap kali memiliki aset di luar negeri. Program ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk membayar pajak terutang dengan tarif yang lebih rendah sebagai pengampunan atas kewajiban perpajakan mereka yang belum dilunasi. Dalam penerapannya, pemerintah berharap bisa meraup dana besar dari uang tebusan yang dibayarkan oleh para konglomerat tersebut.

Baca juga: Sertifikasi Nelayan, Langkah HNSI Untuk Perikanan Nasional

Namun, munculnya wacana tax amnesty jilid III menuai reaksi keras, terutama karena berbarengan dengan rencana kenaikan tarif PPN. Ketua Komisi XI DPR, Misbakhun, mengakui akan ada pro dan kontra terhadap kebijakan ini, namun tetap menekankan bahwa tax amnesty merupakan salah satu cara untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang belum patuh dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Misbakhun juga menambahkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendorong kepatuhan pajak di masa depan, serta membantu pemerintah dalam mengakselerasi penerimaan negara.

Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Fajry Akbar, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). Menurutnya, tidak ada urgensi untuk melanjutkan kebijakan pengampunan pajak, terutama bagi para pelaku penghindaran pajak yang sudah mengikuti tax amnesty sebelumnya. Fajry menilai, kebijakan ini justru akan menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang telah membayar kewajibannya dengan benar. Ia khawatir kebijakan tax amnesty jilid III ini akan menjadi preseden buruk, yang memungkinkan penghindaran pajak semakin marak di masa mendatang.

Baca juga: Mowilex Pimpin Industri Cat dengan Sertifikasi TKDN

Di tengah ketidakpastian ini, wacana pemberlakuan tax amnesty jilid III dan kenaikan PPN menjadi perhatian serius berbagai kalangan masyarakat. Banyak yang merasa kebijakan ini semakin memihak kepada segelintir orang kaya, sementara masyarakat kelas menengah ke bawah justru semakin dibebani. Ketidakadilan ini menjadi tema utama dalam diskursus mengenai reformasi perpajakan yang adil dan merata di Indonesia. Dengan adanya dua kebijakan yang bertentangan ini, masyarakat pun berharap agar pemerintah dapat menemukan solusi yang lebih bijak dan berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img