Warganet Serukan Boikot, Ini Protes atas Pajak PPN 12%

Tangerang, 21 November 2024 – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diumumkan pemerintah dari 11% menjadi 12% menimbulkan gelombang protes di masyarakat. Isu ini semakin memanas setelah seruan boikot terhadap pemerintah menyeruak di media sosial. Banyak warganet yang mengajak untuk menahan konsumsi, sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan tersebut, yang dinilai membebani masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang tengah melemah.

Awal Mula Seruan Boikot

Seruan boikot ini bermula dari sebuah unggahan di Twitter (sekarang X) oleh akun Ardi Satri pada Kamis, 14 November 2024. Dalam cuitannya, Ardi mencatat berbagai pungutan yang harus ditanggung oleh masyarakat, seperti pajak penghasilan, pajak kendaraan, hingga biaya administrasi untuk dokumen-dokumen penting. Cuitannya yang menyoroti kenaikan PPN ini kemudian viral, mendapatkan lebih dari 3 juta tayangan, 23 ribu retweet, dan 43 ribu likes.

Baca juga: Pemerintah Susun Rencana Dekarbonisasi Industri Nikel

Menyusul cuitan Ardi, akun X lainnya, Agung Malesban, ikut mengajak masyarakat untuk menahan konsumsi barang dan berbelanja di pasar tradisional. Ia juga menyerukan agar masyarakat memanfaatkan berbagai subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Cuitannya ini pun mendapatkan perhatian yang luar biasa, dengan 3,7 juta tayangan, 10 ribu retweet, dan 22 ribu likes.

Kekhawatiran Terhadap Dampak Ekonomi

Peningkatan tarif PPN menjadi 12% akan menjadikan Indonesia memiliki tarif pajak tertinggi di kawasan Asia Tenggara, sejajar dengan Filipina. Hal ini memicu kecemasan berbagai pihak mengenai dampaknya terhadap daya beli masyarakat. Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPINDO), Budiharjo Idwansja, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kebijakan ini bisa membuat masyarakat memilih untuk tidak membeli barang, yang pada akhirnya berpotensi memperburuk kondisi perekonomian.

Baca juga: Emiten Besar Mulai Tinggalkan Batu Bara, Menuju Energi Hijau

Budiharjo juga menekankan pentingnya konsumsi untuk menjaga perputaran ekonomi. Jika masyarakat memilih untuk lebih banyak menabung dan mengurangi pengeluaran, maka pertumbuhan ekonomi bisa terganggu.

Pemerintah Diminta Tunda Kenaikan PPN

Tanggapan terhadap kenaikan PPN juga datang dari berbagai asosiasi bisnis, seperti HIPINDO, yang meminta agar pemerintah menunda kenaikan PPN hingga kondisi ekonomi Indonesia membaik. Mereka menilai bahwa dengan perekonomian yang belum stabil, langkah ini bisa memperburuk ketidakpastian dan memperlambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Penjelasan Pemerintah

Pemerintah melalui pernyataan resmi menyebutkan bahwa kenaikan PPN ini merupakan bagian dari kebijakan fiskal untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah juga mengklaim telah menyediakan sejumlah insentif dan pengurangan pajak untuk sektor-sektor tertentu, seperti kesehatan, pendidikan, dan makanan pokok, untuk meringankan beban masyarakat.

Namun, masyarakat tetap meminta penjelasan lebih lanjut mengenai dampak kebijakan ini, terutama bagi kelompok-kelompok yang paling rentan. Protes ini menunjukkan bahwa meskipun kebijakan perpajakan diperlukan, komunikasi dan transparansi antara pemerintah dan masyarakat menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.

Kesimpulan

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% memicu kontroversi dan protes masyarakat, yang terlihat jelas dari seruan boikot di media sosial. Pemerintah harus lebih bijaksana dalam mengkomunikasikan kebijakan ini dan mempertimbangkan dampak langsung terhadap daya beli masyarakat, terutama di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Tunda atau tidaknya kebijakan ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam meyakinkan publik bahwa kebijakan tersebut diperlukan untuk menjaga kestabilan ekonomi negara.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img