Tangerang, 15 November 2024 – Harga biji kakao di pasar global masih mencatatkan lonjakan menjelang akhir tahun 2024. Data dari Trading Economics menunjukkan harga kakao global pada Kamis (14/11) mencapai US$8.138 per ton, meningkat signifikan hingga 106,26% year-on-year (YoY) dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan harga ini membawa keuntungan bagi petani kakao, namun juga menimbulkan tantangan besar bagi industri pengolahan kakao di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo), Soetanto Abdullah, lonjakan harga kakao dipicu oleh gangguan pasokan global akibat cuaca buruk di negara penghasil utama seperti Pantai Gading dan Ghana. Selain itu, penyakit Cocoa Swollen Shoot Virus (CSSV) juga turut mempengaruhi produksi kakao di kedua negara tersebut. Gangguan ini mengakibatkan penurunan jumlah pasokan yang tersedia di pasar global, yang pada gilirannya menaikkan harga kakao.
Baca juga: Pabrik Onduline Pasuruan Produksi Atap Ramah Lingkungan
Meski demikian, Soetanto mengungkapkan bahwa kenaikan harga ini memberikan dampak positif bagi para petani kakao Indonesia, yang kini dapat meraih keuntungan lebih besar, terutama melalui ekspor lemak kakao setengah jadi. Dekaindo mencatat bahwa sebagian besar ekspor kakao olahan Indonesia ditujukan ke Amerika Serikat, Kanada, dan Malaysia. Pada periode Januari-September 2024, nilai ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao Indonesia meningkat 121,23% YoY menjadi US$1,04 miliar, mencerminkan potensi besar sektor ini di pasar global.
Namun, bagi industri makanan dan minuman (mamin) domestik, lonjakan harga kakao membawa tantangan tersendiri. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, menyatakan bahwa kenaikan harga bahan baku kakao berdampak pada meningkatnya biaya produksi di sektor mamin. Dalam menghadapi hal ini, produsen di sektor mamin harus berhati-hati dalam menaikkan harga jual produk, mengingat daya beli masyarakat yang cenderung melemah.
Lebih lanjut, Adhi menyarankan produsen untuk fokus pada inovasi dan efisiensi operasional sebagai alternatif untuk mengatasi lonjakan biaya. Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (Asrim), Triyono Prijosoesilo, yang menyatakan bahwa produsen minuman yang bergantung pada kakao menghadapi kesulitan dalam menghadapi fluktuasi harga. Beberapa produsen pun berupaya mencari alternatif bahan baku yang lebih terjangkau atau meluncurkan produk dalam kemasan ekonomis untuk tetap mempertahankan daya saing.
Baca juga: Gapki Dorong Petani Sawit Dukung Swasembada Energi
Dekaindo memperkirakan harga kakao global akan tetap tinggi hingga akhir tahun 2024, dengan pergerakan harga berada di kisaran US$6.000 hingga US$8.000 per ton. Dalam situasi ini, baik petani maupun produsen olahan kakao perlu beradaptasi dengan kondisi pasar yang penuh ketidakpastian. Bagi Indonesia, lonjakan harga kakao memberikan peluang besar dalam sektor ekspor, namun juga memerlukan strategi jitu bagi industri makanan dan minuman dalam menjaga stabilitas harga di pasar domestik.