Potensi Kerugian Ekonomi Dari Kebijakan Kemasan Rokok

Tangerang, 12 November 2024 – Kebijakan penyeragaman kemasan rokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan dan aturan turunannya menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, menyebut kebijakan ini berpotensi mengancam perekonomian nasional, baik dari sisi penerimaan negara maupun dampak sosialnya.

Menurut Andry, kebijakan yang mengatur kemasan rokok polos tanpa identitas merek dapat berdampak negatif yang cukup besar. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Indef, potensi kerugian ekonomi akibat penerapan kebijakan ini diperkirakan mencapai Rp308 triliun. “Rencana aturan ini berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. Tanpa merek dan identitas yang jelas, produk ilegal akan lebih mudah menyerupai produk legal yang ada di pasar,” ujarnya, seperti dikutip pada Senin (11/11/2024).

Baca juga: Target Ekspor Indonesia Naik! Ini Rencana Kemendag

Andry juga menambahkan bahwa produsen rokok ilegal akan semakin mudah memperkenalkan produk mereka ke pasar. Hal ini akan menyulitkan pemerintah dalam melakukan pengawasan dan identifikasi produk rokok yang beredar. Produk rokok ilegal yang tidak memiliki identitas merek bisa dengan mudah menyusup ke dalam pasar, merusak ekosistem industri yang sah, dan merugikan penerimaan negara.

Dari segi penerimaan negara, kebijakan ini diperkirakan dapat menyebabkan hilangnya pendapatan pajak sebesar Rp160,6 triliun atau sekitar 7% dari total penerimaan yang diharapkan. Andry menilai, dengan regulasi ini, target penerimaan negara sebesar Rp218,7 triliun untuk tahun ini bisa jadi sulit tercapai.

Industri hasil tembakau di Indonesia, yang sebelumnya menyumbang sekitar 6,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebelum pandemi, merupakan salah satu sektor yang sangat signifikan bagi perekonomian. Meski angka tersebut terus menurun, industri ini masih memiliki kontribusi besar terhadap PDB. Selain itu, industri tembakau juga menyerap sekitar 2,29 juta tenaga kerja atau sekitar 1,6% dari total pekerja di Indonesia. Namun, dampak regulasi yang semakin ketat diperkirakan akan membuat para pekerja di sektor ini semakin rentan terdampak.

Baca juga: 1.000 Sertifikasi Halal Gratis untuk UMKM, Ayo Daftar!

Andry menekankan pentingnya fokus pada empat hal utama untuk menjaga keberlanjutan industri hasil tembakau, yaitu penerimaan negara, pengendalian konsumsi, perlindungan tenaga kerja, dan penanganan rokok ilegal. Jika kebijakan ini tetap diterapkan tanpa mempertimbangkan dampak ekonominya secara lebih komprehensif, Andry khawatir sektor ini akan menghadapi tantangan yang lebih besar dan berpotensi merugikan perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img