Tangerang, 31 Oktober 2025 – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali memperkuat komitmennya dalam penerapan Smart Industrial Safety (SIS) melalui kerja sama strategis dalam Indonesia – Japan Consortium for Smart Industrial Safety (IJCSIS). Upaya ini dilakukan sebagai langkah mendukung penerapan teknologi industri 4.0 dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di sektor industri manufaktur nasional.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa pemanfaatan teknologi digital seperti Artificial Intelligence (AI), Machine Learning, Internet of Things (IoT), Big Data, hingga Cybersecurity memainkan peran penting dalam meningkatkan sistem keselamatan kerja di lingkungan industri. Penerapan teknologi ini memungkinkan deteksi dini potensi bahaya, analisis risiko secara real time, serta menciptakan sistem keselamatan yang lebih responsif dan adaptif.
Baca juga: JMFW 2026 Hadirkan Inovasi dan Peluang Bisnis Bagi Pelaku Fesyen Muslim Tanah Air
“Dengan memanfaatkan teknologi digital dan sistem cerdas, Smart Industrial Safety bukan hanya menjaga K3, tetapi juga mampu meningkatkan efisiensi proses industri,” ujar Menperin di Jakarta, Jumat (31/10).
Salah satu sektor yang menjadi fokus dalam penerapan SIS adalah industri kimia, mengingat karakteristiknya yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap keselamatan dan keamanan kerja. Komitmen ini diperkuat melalui Seminar dan Penandatanganan Perjanjian Implementasi SIS yang berlangsung di Science Techno Park Universitas Indonesia, Depok, yang diwakili Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin, Wiwik Pudjiastuti.
Menurut Wiwik, industri kimia merupakan pilar penting dalam rantai pasok global, dengan Indonesia menempati posisi strategis sebagai salah satu pusat produksi di kawasan Asia Tenggara. Kinerja sektor ini menunjukkan tren positif, dengan pertumbuhan PDB sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil mencapai 6,70 persen pada semester pertama 2025, kontribusi 3,82 persen terhadap PDB nasional, nilai ekspor USD 25,89 miliar, dan total investasi Rp 93,93 triliun.
Namun, Wiwik menekankan bahwa peningkatan produksi juga membawa tantangan baru, terutama terkait keamanan dan pengelolaan bahan kimia berbahaya.
“Pertumbuhan industri harus diimbangi dengan penegakan keselamatan dan keberlanjutan. Keamanan kerja adalah fondasi utama,” tegasnya.
Kolaborasi Indonesia–Jepang dalam IJCSIS melibatkan sinergi pemerintah, akademisi, dan pelaku industri dari kedua negara. Dari Indonesia, pihak akademisi diwakili Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB), sementara pelaku industri diwakili Federation of The Indonesian Chemical Industry (FIKI) dan Responsible Care Indonesia (RCI). Dari Jepang, kerja sama melibatkan Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Yokohama National University (YNU), JEMIMA, dan JEITA.
Selain kerja sama teknologi, Kemenperin juga mendorong peningkatan kompetensi sumber daya manusia melalui pelatihan, pertukaran pengetahuan, dan sertifikasi tenaga keselamatan industri.
Baca juga: ALFI CONVEX 2025 Siap Perkuat Ekosistem Logistik Nasional Menuju Konektivitas Global
“Sumber daya manusia yang kompeten dan melek teknologi menjadi kunci efektivitas implementasi Smart Industrial Safety,” ujarnya.
Sebagai penutup, Wiwik mengajak seluruh pihak memperkuat kolaborasi untuk menciptakan ekosistem industri kimia yang aman, tangguh, dan berkelanjutan.


