Tangerang, 08 Oktober 2025 – PT Pertamina (Persero) menegaskan komitmennya untuk mempercepat terwujudnya kemandirian energi nasional melalui strategi bisnis yang selaras dengan kebijakan pemerintah. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, dalam acara “Indonesia Langgas Berenergi” yang digelar di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Acara tersebut turut dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang menyoroti perubahan besar dalam peta energi nasional dibandingkan era 1990-an. Menurutnya, saat ini konsumsi energi nasional sudah melampaui produksi, sehingga Indonesia masih perlu melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM).
Baca juga: Kemenperin dan Universitas Ciputra Kolaborasi Kembangkan SDM IKM Unggul
“Untuk menutupi defisit solar, pemerintah mendorong penerapan B40, yakni campuran 40 persen CPO (minyak sawit mentah) dengan solar murni. Tahun ini impor solar sudah turun menjadi sekitar 4 juta ton per tahun, dan tahun 2025 ditargetkan meningkat ke B50, sehingga Indonesia tidak perlu impor solar lagi,” jelas Bahlil.
Ia menambahkan bahwa langkah kemandirian energi juga akan ditempuh melalui percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT), seperti tenaga surya, angin, air, dan panas bumi. Pemerintah berkomitmen mendorong sinergi kuat antara pemerintah, BUMN energi, dan sektor swasta dalam mewujudkan Indonesia tangguh dan mandiri energi.
Dalam kesempatan yang sama, Simon Aloysius Mantiri menjelaskan bahwa Pertamina menyiapkan strategi dual growth, yaitu memaksimalkan bisnis eksisting sekaligus mempercepat transisi menuju bisnis energi rendah karbon.
“Sesuai Asta Cita Presiden Prabowo, Pertamina berkomitmen mendukung kemandirian pangan, energi, dan air. Kami menjalankan strategi dual growth, dengan memperkuat sektor hulu dan hilir serta mengembangkan energi bersih masa depan,” ungkap Simon.
Di sisi bisnis hulu, Pertamina terus meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) melalui berbagai inovasi teknologi, terutama di bawah pengelolaan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai subholding upstream.
Sementara pada bisnis hilir, Pertamina memperkuat kapasitas dan efisiensi kilang melalui proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, yang ditargetkan beroperasi pada November 2025.
“Proyek RDMP Balikpapan akan meningkatkan kapasitas pengolahan, menghasilkan produk berkualitas tinggi setara standar Euro 5, dan mengurangi ketergantungan impor BBM,” ujar Simon.
Pertamina juga mempercepat transformasi menuju energi hijau melalui peluncuran Pertamax Green 95, bahan bakar dengan campuran 5 persen etanol (E5) sebagai bagian dari komitmen pengurangan emisi karbon. Selain itu, Pertamina terus memperluas pengembangan panas bumi (geothermal) — di mana Indonesia kini menempati posisi kapasitas terpasang terbesar kedua di dunia.
Baca juga: Indonesia Lepas 15 Ton Kopi Argopuro Walida ke Arab Saudi Nilai Ekspor Capai Rp3 Miliar
Perusahaan juga aktif mengembangkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS/CCUS) serta proyek dekarbonisasi yang sejalan dengan target Net Zero Emission 2060 pemerintah.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Pertamina memperkuat perannya sebagai lokomotif utama dalam mewujudkan kemandirian energi nasional serta mendukung visi besar Indonesia menuju negara industri dan energi tangguh di masa depan.