Ekspor Kelapa Bulat ke China Meroket, Industri Olahan Lokal Terancam

Tangerang, 10 September 2025 – Industri pengolahan kelapa di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar akibat lonjakan ekspor kelapa bulat ke China. Data terbaru mencatat, nilai ekspor kelapa bulat pada Juli 2025 mencapai sekitar 52 juta dolar AS, melonjak hingga 150%–155% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Mayoritas kelapa bulat tersebut dikirim ke pasar China yang permintaannya terus meningkat.

Kondisi ini membuat pelaku industri olahan kelapa di dalam negeri kesulitan memperoleh bahan baku. Menurut Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), Amrizal Idrus, hanya perusahaan yang memiliki efisiensi tinggi dan sistem terintegrasi yang mampu bertahan di tengah tingginya harga bahan baku. Salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri pengolahan air kelapa.

Baca juga: RUU Kawasan Industri Dorong Industri Hijau dan Berkelanjutan

Berdasarkan data, ekspor produk coconut water concentrate atau konsentrat air kelapa anjlok 24%–32% menjadi sekitar 2 juta dolar AS akibat kelangkaan pasokan. Sementara itu, harga kelapa bulat di tingkat petani kini berada di kisaran Rp4.500–Rp5.000 per butir. Persaingan antara eksportir dan industri lokal dalam membeli hasil panen membuat pasokan untuk pengolahan dalam negeri semakin terbatas.

Amrizal menegaskan, ekspor kelapa bulat sebenarnya dapat mengurangi potensi devisa negara. Pasalnya, setiap butir kelapa yang diolah di dalam negeri mampu menghasilkan nilai tambah hampir 1 dolar AS dari berbagai produk turunannya. Untuk itu, HIPKI mendorong pemerintah agar segera menetapkan pungutan ekspor kelapa bulat. Meski draf kebijakan telah disiapkan, keputusan final masih menunggu persetujuan pemerintah.

Baca juga: Digitalisasi dan Pendampingan Jadi Kunci UMKM Naik Kelas di Indonesia

Dari sisi makroekonomi, M. Rizal Taufikurrahman selaku Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan IndeF menilai fenomena ini sebagai paradoks. Di satu sisi, ekspor kelapa bulat mendorong devisa negara dan menaikkan harga jual di tingkat petani. Namun, di sisi lain, kondisi ini mengancam keberlangsungan industri pengolahan kelapa dalam negeri yang membutuhkan pasokan stabil.

Ke depan, sinergi antara pemerintah, petani, eksportir, dan industri lokal sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan. Dengan pengelolaan yang tepat, Indonesia dapat tetap menjadi pemain utama dalam perdagangan kelapa dunia tanpa harus mengorbankan industri pengolahan domestik.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img