Tangerang, 21 Agustus 2025 – Transformasi menuju industri hijau di Indonesia semakin mendesak seiring dengan dinamika global dan meningkatnya tuntutan pasar. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam acara The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 di Jakarta, Rabu (20/8), menegaskan bahwa sedikitnya ada empat faktor utama yang mendorong sekaligus menantang perjalanan industri manufaktur nasional menuju keberlanjutan.
Agus menjelaskan, faktor pertama adalah tuntutan konsumen terhadap produk hijau. Pasar internasional kini semakin selektif dengan preferensi terhadap produk yang ramah lingkungan, transparan dalam jejak karbon, serta memiliki nilai keberlanjutan. “Generasi Z di berbagai belahan dunia kini lebih peduli pada produk hijau. Ini menjadi peluang besar bagi industri Indonesia untuk masuk ke segmen pasar berkelanjutan,” ujarnya.
Baca juga: JISTE 2025 Jadi Panggung Ekspor Perikanan Indonesia ke Jepang
Faktor kedua adalah meningkatnya pembiayaan hijau. Saat ini, lembaga keuangan baik domestik maupun internasional semakin memprioritaskan proyek yang sejalan dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Hal ini membuka peluang pendanaan lebih luas bagi industri yang berinovasi dan siap menerapkan konsep hijau.
Faktor ketiga, menurut Agus, adalah dukungan kebijakan pemerintah. Melalui peta jalan dekarbonisasi industri, insentif fiskal, kemudahan investasi, hingga regulasi efisiensi sumber daya, pemerintah berupaya mendorong percepatan transformasi industri hijau di Indonesia.
Namun, faktor keempat sekaligus tantangan terbesar adalah mekanisme perdagangan global seperti Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang diterapkan Uni Eropa. Kebijakan ini akan mengenakan biaya tambahan pada produk dengan jejak karbon tinggi. “Industri Indonesia harus segera menyesuaikan diri dengan standar rendah emisi agar tetap kompetitif di pasar global,” tegas Agus.
Baca juga: Pertamina Jadi Pelopor Avtur Ramah Lingkungan dari Minyak Jelantah di Indonesia
Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa Kementerian Perindustrian sejak tiga tahun lalu telah menargetkan net zero emission (NZE) sektor manufaktur pada 2050, sepuluh tahun lebih cepat dari target nasional. “Sasaran ini adalah jawaban atas tuntutan pasar global. Pemerintah bersama pelaku industri harus meningkatkan daya saing sekaligus mempercepat hadirnya produk hijau Indonesia yang lebih kompetitif dibandingkan negara lain,” pungkasnya.
Dengan adanya empat faktor pendorong tersebut, transformasi industri hijau di Indonesia tidak hanya menjadi kebutuhan, tetapi juga strategi penting untuk memastikan keberlanjutan, daya saing, dan kontribusi Indonesia dalam menghadapi tantangan global menuju ekonomi hijau.