Tangerang,03 September 2025 — Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia menghadapi tantangan besar terkait kebutuhan investasi jaringan transmisi yang sangat besar. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti bahwa rendahnya tingkat pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) sebesar 6% pada proyek jaringan transmisi membuat investor swasta enggan menanamkan modal.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo, menjelaskan bahwa kondisi tersebut menjadi hambatan utama dalam memperluas bauran energi hijau di Tanah Air. Untuk mengatasi hal ini, Aryo mengusulkan penerbitan green bonds oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai instrumen finansial yang dapat membantu pembiayaan pembangunan jaringan transmisi listrik EBT.
Baca juga: Pemerintah Optimis Pembangunan Ekonomi Hijau Dorong Pertumbuhan 8% pada 2029
Green bonds adalah obligasi khusus yang dikeluarkan untuk membiayai proyek ramah lingkungan, seperti pembangkit energi terbarukan, penguatan jaringan transmisi hijau, dan sistem penyimpanan energi. Dana yang terkumpul melalui green bonds hanya digunakan untuk proyek hijau, sehingga memberikan kepercayaan lebih besar kepada investor global yang semakin selektif dalam mendukung proyek-proyek berkelanjutan.
Selain itu, Aryo menegaskan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi sumber daya energi bersih yang melimpah. Namun, yang dibutuhkan adalah skema pembiayaan yang efektif untuk menjembatani kesenjangan antara potensi tersebut dengan kebutuhan listrik yang terus meningkat setiap tahunnya.
Sementara itu, SEVP Hukum, Regulasi, dan Kepatuhan PLN, Nurlely Aman, menambahkan bahwa dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, PLN menargetkan 76% tambahan kapasitas pembangkit listrik berasal dari energi terbarukan, termasuk energy storage. PLN sangat mengandalkan peran Independent Power Producer (IPP) yang menyumbang lebih dari 70% dana.
Nurlely juga menyebut bahwa kolaborasi internasional dan skema pembiayaan hijau, termasuk transition financing, menjadi kunci dalam merealisasikan target tersebut.
Baca juga: Digitalisasi UMKM di DIY Makin Kuat, Gojek dan Kadin Kolaborasi Dorong Usaha Lokal
CEO Bosowa Corporindo, Subhan Aksa, turut mengingatkan pentingnya pengembangan energi rendah emisi, terutama di wilayah Indonesia Timur seperti Sulawesi Selatan yang mengalami pertumbuhan konsumsi energi hingga 9% per tahun. Ia menilai bahwa transisi ke energi terbarukan bukan hanya beban, tetapi juga peluang strategis di tengah tantangan perubahan iklim dan kelangkaan energi akibat kekeringan ekstrem.
Dengan dukungan instrumen keuangan seperti green bonds dan kolaborasi lintas sektor, pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia diharapkan dapat berjalan lebih cepat dan berkelanjutan, seiring dengan upaya menurunkan emisi karbon dan menjaga ketahanan energi nasional.