Kemenperin Bantah Badai PHK di Industri Manufaktur

Tangerang, 30 Juli 2025 – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menepis tegas narasi yang menyebut sektor industri manufaktur tengah diterpa badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bantahan ini disampaikan oleh Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menanggapi pernyataan Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani dan data dari kementerian/lembaga lain yang dinilai tidak proporsional dan menimbulkan keresahan publik.

Menurut Febri, isu PHK yang mencuat tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi sektor industri manufaktur secara keseluruhan. Ia menjelaskan, penurunan tenaga kerja memang terjadi pada beberapa subsektor seperti tekstil dan alas kaki, namun hal itu merupakan dampak dari kebijakan relaksasi impor yang membuat produk impor murah membanjiri pasar domestik. Febri menekankan, narasi PHK tidak boleh digeneralisasi sebagai kondisi industri secara nasional.

Baca juga: Merdeka Fest 2025 Dorong Industri Lokal dan Gaya Hidup Sehat

Data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Sakernas menunjukkan adanya penurunan jumlah pekerja di sektor industri pengolahan dari 23,98 juta orang pada Agustus 2024 menjadi 19,60 juta orang pada Februari 2025. Penurunan ini disebut sebagai residu kebijakan relaksasi impor yang diterbitkan pada Mei 2024.

Namun, Kemenperin mencatat bahwa sektor industri justru menunjukkan tren positif. Berdasarkan laporan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pada semester I tahun 2025 terdapat 1.641 perusahaan baru yang membangun fasilitas produksi dengan nilai investasi mencapai Rp803,2 triliun. Perusahaan-perusahaan ini diperkirakan menyerap 3,05 juta tenaga kerja, jauh melebihi jumlah pekerja yang terdampak PHK.

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Juni 2025 juga berada di angka 52,50, mengindikasikan bahwa mayoritas industri mengalami ekspansi. IKI ekspor dan pasar domestik masing-masing mencapai 52,19 dan 51,32, mencerminkan kinerja positif di berbagai lini produksi.

Kemenperin juga sedang menyiapkan sejumlah kebijakan strategis untuk mendorong pertumbuhan industri padat karya dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Ini termasuk revisi kebijakan relaksasi impor, insentif Kredit Industri Padat Karya (KIPK), reformasi Tata Kelola Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), serta dampak positif dari dua kesepakatan dagang besar dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa.

“Kami optimis, serapan tenaga kerja di sektor industri akan terus meningkat, dan sektor manufaktur tetap akan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Febri.

Baca juga: INABUYER 2025 Hadirkan Transaksi Nyata untuk UMKM Lokal

Febri juga menegaskan bahwa Menteri Perindustrian telah menyampaikan langsung kepada pimpinan otomotif Jepang agar menghindari kebijakan PHK dalam situasi ekonomi yang sedang bertumbuh. Kemenperin mengajak semua pihak untuk menyampaikan data yang berimbang demi menjaga iklim investasi dan daya saing industri nasional.

Dengan berbagai indikator positif dan kebijakan terukur, Kemenperin memastikan bahwa sektor manufaktur Indonesia saat ini sedang tumbuh, bukan mengalami kontraksi seperti yang dinarasikan beberapa pihak.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img