Tangerang, 01 Juli 2025 — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) memberikan sanksi tegas kepada 120 industri di wilayah Jabodetabek yang terbukti mencemari lingkungan dan menyebabkan polusi udara. Langkah ini sebagai upaya pengelolaan lingkungan yang lebih baik di kawasan industri demi melindungi kesehatan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, kawasan industri harus dikelola secara bertanggung jawab tidak hanya oleh para tenant, tetapi juga oleh pengelola kawasan secara menyeluruh. “Kawasan industri bukan hanya ruang ekonomi, tetapi juga ruang ekologi. Jika tidak dikelola dengan baik, dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat sekitar,” kata Hanif saat ditemui di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Baca juga: ITMG Masuk Bisnis Nikel, Siap Dukung Revolusi Energi Bersih
Salah satu pengelola kawasan industri terbesar di Indonesia, PT Jababeka Tbk, yang membawahi 766 tenant aktif di berbagai sektor, mencatat masih banyak tantangan dalam pengelolaan lingkungan. Meski sudah ada 274 tenant yang terdaftar dalam Sistem Informasi Pelaporan Elektronik Lingkungan Hidup (SIMPEL), hanya 69 yang melaporkan emisi dari 228 cerobong yang ada. KLH akan beri sanksi untuk industri yang mencemari lingkungan dan menyebabkan polusi udara.
Dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) 2023-2024, 46 tenant Jababeka mengikuti penilaian dengan hasil satu perusahaan meraih peringkat hijau, 29 peringkat biru, dan 16 peringkat merah. PT Jababeka Infrastruktur pun terus meningkatkan sistem pengawasan dan inovasi pengelolaan lingkungan, seperti digital enviro monitoring dan pemanfaatan energi surya.
Direktur Utama PT Jababeka Infrastruktur, Didik Purbadi, menyatakan komitmennya menjadikan kawasan industri sebagai solusi lingkungan dengan konsep kota mandiri terintegrasi yang ramah lingkungan. “Kami berharap Jababeka menjadi model kawasan industri berkelanjutan dan meraih Proper Emas,” ujarnya.
Sementara itu, PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) menambah ruang terbuka hijau hingga 8,9 hektare dan memasang Air Quality Monitoring System (AQMS) untuk memantau kualitas udara secara real-time. Dukungan penggunaan kendaraan listrik di kawasan juga menjadi langkah nyata menekan polusi udara.
Baca juga: Rumah Tempe Azaki Sukses Ekspor ke 10 Negara Berkat Dukungan Digital BNI
Meski begitu, aktivis lingkungan dari WALHI menilai penegakan hukum terhadap pabrik pencemar masih kurang tegas. Dwi Sawung mengingatkan pemerintah agar tidak membuka kembali izin operasional pabrik yang belum memenuhi standar lingkungan.
Pengawasan ketat, kolaborasi lintas instansi, dan inovasi berkelanjutan menjadi kunci mewujudkan kawasan industri yang sehat dan ramah lingkungan demi masa depan yang lebih baik bagi masyarakat dan lingkungan.