Tangerang, 07 Mei 2025 – Para eksportir Indonesia diimbau lebih waspada terhadap regulasi baru yang akan diterapkan Pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait penggunaan pewarna makanan sintetis dalam produk makanan dan minuman (mamin) serta produk farmasi. Rencana pelarangan ini diperkirakan mulai berlaku efektif pada akhir 2026 dan dapat berdampak langsung terhadap ekspor makanan ke AS.
Imbauan tersebut disampaikan oleh Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Chicago, Dhonny Yudho Kusuma. Ia mengungkapkan bahwa rencana larangan ini didasarkan pada hasil penelitian yang mengaitkan penggunaan pewarna sintetis dengan berbagai risiko kesehatan seperti hiperaktivitas, diabetes, dan kanker.
Baca juga: LinkUMKM Solusi Digital BRI untuk Pengembangan UMKM
“Kami mengimbau para eksportir Indonesia agar memperhatikan kebijakan ini karena akan menjadi hambatan baru masuknya produk makanan olahan ke pasar AS,” ujar Dhonny, Senin (6/5/2025).
Dalam konferensi pers yang digelar pada 22 April 2025, Menteri Kesehatan AS Robert F. Kennedy Jr. bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), Marty Makary, menyatakan komitmennya untuk mencabut izin penggunaan delapan pewarna sintetis, termasuk Red Dye No. 40, Yellow Dye No. 5 dan No. 6, hingga Blue Dye No. 1 dan No. 2.
FDA juga menargetkan penghapusan Red Dye No. 3 dari seluruh produk makanan pada akhir 2026, lebih cepat dari rencana sebelumnya yang dijadwalkan tahun 2027–2028.
Meski belum ada sanksi formal bagi produsen yang melanggar, asosiasi industri makanan di AS telah mengusulkan skema kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Beberapa produsen telah memulai reformulasi produk untuk menyesuaikan diri dengan aturan baru tersebut.
Namun, menurut Dhonny, peralihan dari pewarna sintetis ke pewarna alami akan meningkatkan biaya produksi. Pewarna alami seperti butterfly pea flower extract dan gardenia blue yang akan segera mendapatkan izin dari FDA, cenderung lebih mahal dan membutuhkan volume lebih besar untuk menghasilkan warna yang sama.
“Produsen harus siap dengan potensi kenaikan biaya serta gangguan rantai pasok, yang bisa berdampak pada harga jual produk di pasar AS,” tambahnya.
Meski menjadi tantangan, Dhonny melihat ada peluang besar bagi pelaku usaha Indonesia. Perusahaan yang lebih cepat beradaptasi dengan regulasi ini berpeluang merebut pangsa pasar produk mamin di AS, terutama dari segmen konsumen yang peduli pada kesehatan dan keamanan pangan.
Baca juga: Cara Cerdas Menghasilkan Jutaan Rupiah dari Galon Bekas dan Kayu Sisa
Selain itu, produsen pewarna alami dari Indonesia juga berpotensi mendapatkan tempat dalam rantai pasok global karena kebutuhan bahan baku alami akan meningkat.
“Inilah saatnya pelaku ekspor makanan Indonesia memanfaatkan peluang dengan melakukan inovasi bahan baku yang aman dan alami,” pungkas Dhonny.