Tangerang, 11 April 2025 – Konsumsi listrik global yang digunakan untuk pembuatan cip kecerdasan buatan (AI) melonjak lebih dari 350% antara tahun 2023 hingga 2024. Greenpeace dalam laporannya mengungkapkan bahwa Asia Timur menjadi pusat produksi semikonduktor AI, dengan permintaan listrik yang semakin tinggi dipenuhi oleh bahan bakar fosil. Hal ini memberikan dampak besar terhadap emisi karbon dan polusi udara, serta memperburuk perubahan iklim.
Menurut Katrin Wu, Pemimpin Proyek Rantai Pasokan Greenpeace Asia Timur, permintaan listrik untuk pembuatan cip AI diperkirakan akan meningkat sebanyak 170 kali lipat pada tahun 2030, melebihi konsumsi listrik negara Irlandia saat ini. Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang menjadi negara-negara utama dalam pembuatan cip AI, namun sebagian besar energi yang digunakan berasal dari sumber energi fosil.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Luncurkan E-TRAPT, Inovasi Digital untuk Pajak Daerah
“Pembuatan cip AI semakin meningkat, tetapi sayangnya, energi yang digunakan banyak bergantung pada bahan bakar fosil. Hal ini menciptakan tantangan besar bagi keberlanjutan lingkungan,” ujar Katrin Wu dalam laporannya, Kamis (10/4/2025).
Meskipun perusahaan-perusahaan besar seperti Nvidia dan AMD meraup miliaran dolar dari ledakan AI, Greenpeace menyebutkan bahwa mereka belum cukup memperhatikan dampak lingkungan dari rantai pasokan mereka. Greenpeace mendesak perusahaan-perusahaan ini untuk berinvestasi pada energi terbarukan dan berkomitmen mencapai 100% energi hijau di seluruh rantai pasokan mereka pada tahun 2030.
Mengurangi Dampak Lingkungan dengan Energi Terbarukan Greenpeace
Greenpeace mendorong para pembuat cip, terutama Nvidia dan AMD, untuk lebih responsif terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses pembuatan cip AI. Menurut laporan tersebut, penggunaan energi terbarukan harus diutamakan untuk memenuhi kebutuhan listrik pembuatan cip AI, mengingat tingginya dampak emisi yang ditimbulkan.
Baca juga: Disprindagkopum Natuna Ajak UMKM Manfaatkan Teknologi Digital untuk Ekspansi Pasar
Pemerintah di Asia Timur, khususnya di Korea Selatan dan Taiwan, telah memperkenalkan proyek-proyek baru yang menggunakan gas alam cair (LNG) sebagai solusi untuk memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat. Namun, solusi ini justru berisiko meningkatkan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Alex de Vries, salah satu penulis laporan dan Pendiri Digiconomist, menambahkan bahwa dampak lingkungan dari proses manufaktur perangkat keras AI sering kali diabaikan. Peningkatan emisi global yang terkait dengan pembuatan cip AI tumbuh sebesar 357% pada 2024, yang mengkhawatirkan mengingat ketergantungan Asia Timur pada energi fosil.
Solusi Berkelanjutan untuk Masa Depan
Greenpeace menyerukan kepada perusahaan pembuat cip untuk lebih berinvestasi dalam energi angin dan matahari, serta mengambil langkah konkret seperti membangun fasilitas pembangkit energi terbarukan. Dengan berinvestasi dalam energi hijau, mereka dapat mengurangi jejak karbon yang dihasilkan selama proses pembuatan cip.
Menurut Katrin Wu, “Sangat penting bagi perusahaan-perusahaan besar di industri AI untuk menyadari dampak lingkungan mereka dan bekerja sama dengan produsen cip untuk memastikan transisi ke energi terbarukan yang lebih cepat.”
Dengan berkomitmen pada penggunaan energi terbarukan, diharapkan perusahaan-perusahaan besar dapat mengurangi emisi iklim yang dihasilkan dari produksi cip AI, serta mendorong transisi global menuju solusi energi yang lebih ramah lingkungan.