Tangerang, 10 Maret 2025 – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) berpotensi menjadi solusi penting untuk mengatasi tantangan pendanaan dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Dengan memanfaatkan pungutan dari industri ekstraktif, terutama batu bara, nikel, dan kelapa sawit, Danantara dapat memberikan dana yang signifikan untuk mendukung transisi energi dari energi fosil menuju energi bersih dan terbarukan.
Baca juga: Ciputra Group Bangun Properti Keberlanjutan dengan Konsep Eco Culture
Sektor energi terbarukan di Indonesia membutuhkan pendanaan yang cukup besar, sementara penanaman modal di sektor ini terbilang stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu upaya yang diusulkan adalah pengelolaan pungutan dari tiga komoditas utama Indonesia, yakni batu bara, nikel, dan kelapa sawit. Pungutan produksi batu bara berpotensi menghasilkan dana maksimal hingga Rp353 triliun, sementara tarif ekspor nikel dan crude palm oil (CPO) dapat memberikan kontribusi tambahan masing-masing Rp107 triliun dan Rp92 triliun per tahun. Total potensi dana dari ketiga pungutan ini dapat mencapai angka yang sangat besar, mencapai lebih dari Rp550 triliun per tahun.
Baca juga: Inovasi dan Digitalisasi Ubah Wajah Industri Mebel Indonesia
Tata Mustasya, Direktur Eksekutif Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (Sustain), menjelaskan bahwa pungutan dari industri batu bara sangat penting untuk memasukkan eksternalitas negatif ke dalam harga dan mendistribusikan keuntungan industri yang sering kali mencatatkan laba super normal. “Industri batu bara masih memberikan keuntungan di atas rata-rata meski kondisi pasar sering naik turun. Pungutan ini bisa memberikan tambahan dana yang sangat besar untuk negara,” ujarnya.
Menurut perhitungan IEEFA, Indonesia membutuhkan sekitar US$146 miliar (Rp2.384 triliun) untuk mencapai target iklim pada 2030. Tata menambahkan bahwa Danantara bisa menjadi solusi terbaik untuk mendanai transisi energi, dengan memprioritaskan pendanaan untuk pengembangan energi terbarukan (EBT), bukan proyek bahan bakar fosil seperti gasifikasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME).
Sementara itu, Pandu Sjahrir, Chief Investment Officer Danantara, belum memberikan komentar terkait hal ini. Namun, pengelolaan dana dari Danantara untuk mendukung pengembangan energi bersih dan terbarukan diharapkan dapat menjadi kunci untuk mencapai target energi terbarukan Indonesia, yang diperkirakan akan mencapai 25% dari bauran energi pada tahun ini.
Dengan potensi dana yang besar dari pungutan batu bara, nikel, dan kelapa sawit, Danantara dapat membantu mewujudkan transisi energi yang lebih cepat dan efektif, menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.