Tangerang, 17 Februari 2025 – Jakarta, yang tahun ini memasuki usia ke-498, menghadapi sejumlah tantangan besar menjelang transformasinya menjadi kota global. Meskipun sudah memantapkan diri sebagai pusat perekonomian nasional, permasalahan lingkungan seperti kemacetan, polusi udara, dan banjir masih menjadi persoalan yang belum sepenuhnya teratasi.
Indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta dalam sepekan terakhir berada pada rentang poin 66 dengan kategori sedang hingga poin 116 yang termasuk dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. Polusi udara yang paling dominan disebabkan oleh PM 2.5, partikel-partikel kecil yang berbahaya bagi sistem pernapasan manusia, yang banyak berasal dari kendaraan bermotor. Kemacetan, yang menjadi efek dari tingginya mobilitas kendaraan pribadi, turut berkontribusi dalam memperburuk kualitas udara di ibu kota.
Baca juga: Hunian Berbasis Hijau Menjadi Pilihan Utama Pembeli Properti
Meskipun demikian, Jakarta tetap berkomitmen untuk menjadi kota global. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 menegaskan posisi Jakarta sebagai pusat perekonomian dan kegiatan global. Namun, dalam laporan Global Power City Index 2023, Jakarta hanya menempati peringkat ke-45 dari 48 kota yang disurvei. Bahkan, menurut laporan The Global Cities Report 2023 dari lembaga Kearney, Jakarta berada di peringkat ke-74 dari 156 kota besar dunia.
Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta, Teguh Aryanto, mengungkapkan bahwa meski Jakarta terus berkembang pesat, masalah-masalah dasar seperti kemacetan, polusi udara, dan terbatasnya ruang terbuka hijau (RTH) masih perlu penanganan serius. Ia menyarankan agar pemerintah meningkatkan jumlah transportasi umum yang terintegrasi untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, serta memperbaiki fasilitas pejalan kaki agar nyaman digunakan.
Baca juga: Indonesia Fokus pada Bisnis Sawit Berkelanjutan
Selain itu, masalah hunian yang layak juga menjadi tantangan besar. Banyak permukiman di Jakarta yang padat dan kumuh, membuat hunian terjangkau sulit dijangkau oleh masyarakat, terutama generasi muda. Teguh menyarankan pembangunan lebih banyak rumah susun vertikal dengan sistem sewa, agar hunian dapat dijangkau tanpa harus membeli, yang semakin sulit dilakukan di Jakarta.
Teguh juga menekankan perlunya lebih banyak ruang terbuka hijau (RTH) untuk mengatasi masalah banjir dan polusi udara. Saat ini, RTH di Jakarta masih jauh dari target ideal 30%, dengan hanya sekitar 5% hingga 10% ruang hijau yang tersedia. Pembangunan dan revitalisasi ruang hijau sangat penting untuk memperbaiki kualitas udara serta memperbaiki daya serap air tanah yang semakin berkurang.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, di bawah kepemimpinan Gubernur Terpilih Pramono Anung, berjanji akan berupaya maksimal untuk memenuhi target RTH sebesar 30% sesuai dengan amanah undang-undang. Ini bertujuan untuk mewujudkan Jakarta yang lebih hijau dan sehat bagi warganya. Selain itu, perbaikan sistem transportasi publik yang terintegrasi akan menjadi langkah penting dalam menjadikan Jakarta sebagai kota global yang ramah lingkungan dan nyaman dihuni.
Dengan langkah-langkah yang tepat, Jakarta diharapkan dapat meningkatkan posisinya sebagai kota global yang kompetitif dan berkelanjutan di tingkat internasional, seiring dengan perbaikan kualitas hidup bagi warganya.