Tangerang, 16 Januari 2025 – Industri otomotif Indonesia menghadapi tantangan besar di tahun 2025. Selain terpengaruh oleh pelemahan daya beli masyarakat dan tingginya suku bunga kredit kendaraan bermotor, sektor ini diprediksi akan mengalami penurunan kinerja yang signifikan akibat penerapan kebijakan baru, seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pengenaan pajak kendaraan bermotor (PKB) serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Setia Darta, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), mengungkapkan bahwa industri otomotif diperkirakan akan mengalami penurunan kontribusi sebesar Rp4,21 triliun pada tahun 2024. Penurunan ini akan berimbas pada sektor-sektor terkait, seperti backward linkage sebesar Rp4,11 triliun dan forward linkage sebesar Rp3,519 triliun. Penurunan ini tentu menjadi perhatian serius bagi perekonomian Indonesia, mengingat industri otomotif merupakan salah satu sektor yang menyumbang kontribusi besar terhadap PDB nasional.
Baca juga: Pembangunan Pabrik Untuk Petani dan Peternak Dikelola Koperasi
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Perindustrian aktif mengusulkan berbagai insentif dan relaksasi kebijakan guna mendukung keberlanjutan industri otomotif. Salah satu usulan insentif adalah pemberian PPnBM ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan hybrid (PHEV, full, mild) sebesar 3%, serta insentif PPN DTP untuk kendaraan listrik (EV) sebesar 10%. Selain itu, ada usulan untuk menunda atau memberikan keringanan pemberlakuan opsen PKB dan BBNKB. Sejumlah 25 provinsi di Indonesia telah mengeluarkan regulasi terkait kebijakan relaksasi ini, termasuk Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Bali, dengan harapan kebijakan ini dapat meningkatkan daya saing industri otomotif baik di pasar domestik maupun global.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) juga mendesak pemerintah untuk mendukung kebijakan insentif guna mendorong pertumbuhan industri otomotif. Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menegaskan bahwa insentif yang diberikan dapat meningkatkan penjualan kendaraan, yang pada gilirannya akan menggairahkan industri komponen dan sektor pendukung lainnya.
Menurut Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia, Riyanto, pasar mobil membutuhkan intervensi yang cepat untuk mengatasi kondisi yang semakin berat. Riyanto mengusulkan pemberian insentif yang lebih besar, seperti pengembalian PPnBM mobil murah menjadi 0% dari 3% yang berlaku saat ini. Berdasarkan analisis LPEM, insentif tersebut dapat meningkatkan kontribusi industri otomotif terhadap PDB, menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, dan mendorong ekspor kendaraan.
Baca juga: Luna Guitarworks UMKM Sidoarjo Raih Sukses Ekspor ke 5 Negara
Dengan adanya berbagai kebijakan insentif dan relaksasi pajak, sektor otomotif Indonesia diharapkan dapat tetap tumbuh dan berkembang, memberikan dampak positif bagi perekonomian dan industri terkait. Seiring dengan perkembangan kendaraan berteknologi elektrifikasi (xEV), potensi pertumbuhan pasar kendaraan listrik di Indonesia semakin terbuka lebar, berpotensi meningkatkan daya saing nasional di pasar global.