Indonesia Berpeluang Kuasai Rantai Pasok Teknologi Hijau Global

Tangerang, 8 Januari 2025 – Indonesia menghadapi tantangan dan berpeluang besar dalam sektor manufaktur, yang mengalami stagnasi selama 15 tahun terakhir. Pada 2024, sektor manufaktur hanya berkontribusi sekitar 20% terhadap ekonomi Indonesia, angka yang hampir tidak berubah sejak 2010. Faktor utama dari stagnasi ini adalah industri yang lebih berfokus pada sektor padat karya seperti tekstil, perkayuan, dan tembakau, yang kini tertekan oleh naiknya upah pekerja.

Namun, menurut riset JP Morgan, Indonesia berpeluang untuk meningkatkan kontribusi sektor manufakturnya melalui industri penghiliran nikel, yang dianggap sebagai potensi besar untuk mendorong pertumbuhan. Penghiliran nikel yang berkembang pada saat yang tepat ini berkaitan erat dengan peningkatan permintaan global untuk kendaraan listrik (electric vehicles/EV) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Dalam laporan tersebut, JP Morgan mencatat bahwa industri logam dasar, khususnya yang terkait dengan nikel, menunjukkan pertumbuhan paling pesat dalam sepuluh tahun terakhir.

Baca juga: UMKM Asembagus Dikenalkan pada Potensi Marketplace Digital

Transisi Menuju Manufaktur Berteknologi Tinggi

JP Morgan menyoroti pentingnya Indonesia untuk bertransisi ke sektor manufaktur yang lebih berbiaya rendah dan berteknologi tinggi. Dengan memanfaatkan sumber daya alam, seperti nikel, Indonesia dapat memperkuat sektor peralatan transportasi dan elektronik, yang masing-masing berkontribusi sekitar 10% terhadap sektor manufaktur, namun tertinggal dalam hal pertumbuhan. Selain itu, BRI Danareksa Sekuritas mencatat bahwa Indonesia juga dapat memanfaatkan potensi dalam rantai pasok manufaktur kendaraan listrik, yang kini tengah berkembang pesat.

Peluang lain yang terbuka lebar adalah relokasi pabrik dari negara-negara seperti Meksiko dan Vietnam akibat kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat (AS) terhadap produk-produk China. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas akses pasar ke AS, terutama di sektor panel surya. Pada 2023, ekspor panel surya Indonesia ke AS meningkat pesat, mencapai US$222,57 juta, meski Indonesia belum masuk dalam daftar negara yang diselidiki terkait dugaan praktik harga tidak adil.

Baca juga: Pameran UMKM di Gedung KBPB Dukung Ekonomi Kreatif Banten

Peluang Investasi Hijau di Indonesia

Selain itu, sektor teknologi hijau juga berpeluang besar bagi Indonesia. Negara ini memiliki potensi untuk lebih memperkuat perannya dalam manufaktur teknologi hijau, mengingat tren global yang menunjukkan peningkatan pesat dalam investasi pada teknologi bersih. India, sebagai contoh, telah melampaui China dalam hal aliran investasi hijau, dan Indonesia perlu memperhatikan peluang ini. Sebuah laporan BloombergNEF mengungkapkan bahwa India telah menarik US$2,4 miliar pada kuartal III/2024, menandakan potensi besar dalam sektor energi terbarukan dan teknologi hijau.

Sebagai negara yang memiliki potensi besar dalam sektor energi terbarukan, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan momentum ini dengan memperkuat regulasi dan kebijakan yang mendukung investasi teknologi hijau. Pendekatan yang tepat akan memungkinkan Indonesia untuk terlibat lebih dalam dalam rantai pasok manufaktur hijau, seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap solusi pengurangan polusi dan teknologi ramah lingkungan.

Kesimpulan: Membangun Masa Depan dengan Digitalisasi dan Manufaktur Hijau

Indonesia berada pada titik kritis untuk memanfaatkan peluang-peluang besar dalam sektor manufaktur, baik melalui penghiliran nikel maupun pemanfaatan teknologi hijau. Pemerintah dan pelaku industri harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung transisi ke manufaktur yang lebih modern dan berkelanjutan. Dengan pemanfaatan sumber daya alam yang bijaksana, serta pengembangan sektor teknologi hijau, Indonesia dapat mengukir peran yang lebih besar dalam perekonomian global dan memperkuat daya saing di sektor manufaktur berteknologi tinggi.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img