Energi Terbarukan dan Nuklir Dominasi Transisi Energi 2025

Tangerang, 4 Januari 2025 – Transisi energi global menjadi tantangan besar di tengah kemajuan teknologi yang pesat dan dampak pemanasan global yang semakin nyata. Arah kebijakan negara adikuasa seperti Amerika Serikat sangat memengaruhi keberhasilan transisi energi dunia. Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS pada 2016 bahkan diklaim membuat upaya transisi energi semakin terhambat, dengan tetap mendahulukan energi fosil. Meskipun begitu, transisi energi terus berlanjut, dan kini, tahun 2025 menjadi momen penting untuk menilai sejauh mana dunia dapat mengatasi perubahan iklim dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Energi Surya Masih Jadi Pilihan Utama

Salah satu sumber energi terbarukan yang terus berkembang adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Pada 2024, pasar PLTS diperkirakan tumbuh 35%, meskipun pada 2025, pertumbuhannya diprediksi melambat menjadi 11%. Meski demikian, tenaga surya tetap menjadi sumber pembangkit terbesar yang akan ditambahkan pada 2025. Hal ini menegaskan bahwa energi surya masih memegang peranan penting dalam upaya menanggulangi pemanasan global.

Baca juga: Digitalisasi Meningkatkan Produktivitas Perusahaan Indonesia

Nuklir Kembali Menjadi Pilihan

Di tengah upaya transisi energi hijau, penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) kembali menguat, terutama di Eropa dan Amerika Serikat. Kekhawatiran akan pemanasan global dan ancaman terhadap keamanan pasokan energi mendorong negara-negara tersebut untuk kembali mempertimbangkan nuklir sebagai sumber energi yang ramah iklim. Hingga 2023, terdapat 440 reaktor nuklir di 32 negara dengan kapasitas gabungan sekitar 390 gigawatt. Nuklir kini dipandang sebagai solusi untuk menjaga stabilitas energi di masa depan, meskipun tetap menimbulkan kekhawatiran tentang keselamatan dan limbah radioaktif.

Baca juga: Pelatihan Komunikasi Digital Bantu UMKM Bandung Berkompetisi

Pertumbuhan Pasar Kendaraan Listrik

Kendaraan listrik (EV) terus berkembang pesat di beberapa negara. Meskipun demam kendaraan listrik mereda di negara-negara seperti Uni Eropa, China tetap menjadi pusat pertumbuhan pasar EV global. Pada 2024, China menyumbang 65% dari populasi kendaraan listrik dunia, dan permintaan untuk kendaraan listrik diperkirakan akan terus meningkat. Penurunan permintaan bahan bakar fosil di China mengakibatkan perusahaan minyak Sinopec menaikkan perkiraan puncak permintaan minyak pada 2027. Di sisi lain, pasar kendaraan listrik di Indonesia, Brasil, Australia, dan Kanada tercatat menanjak pada 2024, meskipun negara-negara lain seperti Jepang dan Korea mengalami penurunan penjualan EV.

Tantangan dan Peluang untuk 2025

Melihat tren ini, 2025 menjadi titik penting dalam perjalanan transisi energi global. Meski masih banyak tantangan, seperti permintaan listrik yang meningkat akibat pengembangan pusat data untuk kecerdasan buatan (AI), ada banyak peluang yang dapat dimanfaatkan. Energi terbarukan seperti tenaga surya dan kendaraan listrik akan terus menjadi solusi utama untuk mengurangi emisi karbon dan memitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu, investasi dalam transisi energi, khususnya yang berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.

Dengan berbagai inovasi dalam sektor energi terbarukan dan peralihan ke kendaraan listrik, transisi energi global 2025 diharapkan dapat membawa perubahan besar dalam hal pengurangan emisi karbon dan pencapaian tujuan iklim dunia. Namun, tantangan terkait ketergantungan pada energi fosil dan kebutuhan untuk memastikan kestabilan pasokan energi tetap harus dihadapi bersama.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img