Tangerang, 12 November 2024 – Industri peternakan merupakan salah satu sektor yang menyumbang emisi gas rumah kaca terbesar, yang berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global. Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization (FAO), sektor ini bertanggung jawab atas sekitar 14,5% emisi gas rumah kaca global, terutama metana yang dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi. Gas metana memiliki potensi pemanasan yang jauh lebih tinggi daripada karbon dioksida, menjadikannya kontributor utama perubahan iklim. Fakta ini memicu kekhawatiran terkait keberlanjutan planet kita.
Dampak Global dari Konsumsi Daging
Negara-negara dengan tingkat konsumsi daging yang tinggi, seperti Hongkong, Islandia, dan Amerika Serikat, berperan besar dalam peningkatan jejak karbon global. Konsumsi daging yang tinggi di negara-negara ini menambah tekanan pada lingkungan, baik melalui deforestasi untuk lahan penggembalaan maupun penggunaan air yang sangat besar. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, sekitar 41% dari lahan pertanian digunakan untuk mendukung produksi daging, yang memicu deforestasi dan degradasi kualitas tanah.
Baca juga: Pentingnya Green Jobs untuk Pembangunan Berkelanjutan
Hongkong, meskipun tidak memiliki banyak lahan untuk peternakan, merupakan salah satu negara dengan ketergantungan impor daging sapi yang sangat tinggi, mencapai 90% dari negara-negara seperti Amerika Serikat dan Filipina. Implikasi dari ketergantungan ini adalah meningkatnya emisi gas rumah kaca akibat transportasi serta peningkatan polusi plastik dari kemasan beku.
Di sisi lain, Islandia, dengan sumber daya lahan yang lebih banyak, menghadapi tantangan ekologis karena tingginya konsumsi daging. Ekosistem lokal semakin terdegradasi akibat penggunaan lahan untuk peternakan dan penggembalaan ternak.
Baca juga: Kemenkop koordinasi dengan Koperasi Susu untuk Solusi cepat
Pola Makan Berkelanjutan sebagai Solusi
Menanggapi dampak negatif dari industri peternakan, beberapa negara mulai menerapkan pola makan berbasis tanaman (plant-based diet) sebagai solusi untuk mengurangi jejak karbon dan degradasi lingkungan. Negara seperti Denmark, Inggris, dan Australia telah mempromosikan pola makan berbasis tanaman sebagai bagian dari strategi untuk menanggulangi perubahan iklim. Pola makan ini tidak hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan yang signifikan, seperti menurunkan risiko penyakit jantung dan kanker.
Indonesia, meskipun memiliki konsumsi daging yang relatif rendah dibandingkan negara-negara lainnya, dapat mengambil langkah untuk mengembangkan industri pangan berkelanjutan dengan mempromosikan pola makan berbasis tanaman. Penggunaan protein nabati lokal, seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan, dapat menjadi alternatif yang ramah lingkungan dan sehat.
Fleksitarianisme: Solusi Praktis untuk Indonesia
Selain pola makan berbasis tanaman, pola makan fleksitarian—yang memungkinkan konsumsi daging dalam jumlah terbatas—juga dapat diterapkan sebagai langkah nyata untuk mengurangi dampak lingkungan. Fleksitarianisme semakin populer di negara-negara Eropa sebagai cara untuk mengurangi obesitas dan memperbaiki dampak lingkungan dari produksi pangan. Di Indonesia, pendekatan ini dapat diadopsi dengan mengedepankan konsumsi daging yang lebih efisien dan mengurangi ketergantungan pada konsumsi berlebihan.
Langkah Menuju Masa Depan yang Lebih Hijau
Bergantung pada gaya hidup hijau (green lifestyle), Indonesia dapat lebih lanjut mendorong perubahan menuju pola makan berkelanjutan melalui kampanye seperti Meatless Monday yang telah diperkenalkan di berbagai negara. Gerakan ini mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsi daging, yang pada gilirannya akan mengurangi jejak karbon secara signifikan.
Selain itu, pendekatan seasonal eating, atau makan sesuai musim, juga dapat diterapkan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan. Mengonsumsi bahan pangan lokal dan musiman yang tidak memerlukan pengiriman jarak jauh akan mengurangi konsumsi energi dan polusi plastik.
Melalui langkah-langkah ini, Indonesia dapat mengurangi dampak buruk dari industri peternakan terhadap lingkungan, serta berkontribusi pada upaya global dalam mengatasi krisis iklim. Menerapkan pola makan berkelanjutan adalah cara kita menjaga kesehatan pribadi, sambil memastikan bumi tetap lestari untuk generasi mendatang.