Kredit Macet UMKM Meningkat

getimedia.id – Jakarta, Kredit Macet UMKM Meningkat, Pemerintah Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan serius terkait masalah kredit macet di kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data terbaru menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2022, terdapat 912.259 debitur UMKM yang masuk dalam kategori kolektibilitas 2, yang menunjukkan risiko kredit tinggi, sementara 246.324 debitur diklasifikasikan dalam kategori kolektibilitas 5 atau kredit macet.

Baca Juga : Pengembangan UMKM Manado

Presiden Joko Widodo menunjukkan perhatian serius terhadap masalah ini dengan memimpin rapat mengenai restrukturisasi UMKM di Jakarta. Dalam rapat tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, membahas rencana penghapusbukuan atau penghapustagihan kredit macet UMKM di perbankan. Saat ini, peraturan terkait masalah ini sedang dalam tahap penggodokan, dengan fokus pada aspek teknis yang mengacu kepada beberapa peraturan terkait perbankan dan penilaian aset bank umum.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) juga memiliki ketentuan terkait penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet UMKM di bank dan lembaga keuangan nonbank (LKNB). Semua peraturan turunan dalam rangka mengimplementasikan kebijakan ini juga sedang dipersiapkan.

Namun, kebijakan ini juga menuai pro-kontra. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa penghapusbukuan kredit macet dapat merusak mentalitas pelaku UMKM, membuat mereka kurang cermat dalam mengelola utang mereka karena menganggap bahwa kredit macet akan selalu dihapuskan. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah antisipasi yang ketat untuk memastikan bahwa pelaku UMKM yang memiliki kredit macet tetap harus bekerja keras untuk memperoleh pemutihan tersebut.

Sejumlah bankir juga mengingatkan bahwa proses penghapusbukuan harus dipertimbangkan dengan matang, melibatkan regulator, pemerintah, dan industri perbankan, termasuk bank swasta. Bank swasta juga akan terkena dampak dari aturan pemutihan ini.

Di sisi lain, urgensi penghapusbukuan kredit macet ini juga sangat penting. Nasabah UMKM yang menunggak kredit mencapai jutaan orang, dan jika ini dianggap sebagai aset negara, maka bank tidak akan leluasa memberikan kredit baru. Pemutihan dapat membantu UMKM dalam mengakses pendanaan baru, yang pada gilirannya akan mendukung pertumbuhan kredit.

Sebagai contoh, Bank Rakyat Indonesia (BRI) mencatat pertumbuhan kredit UMKM sebesar 9,6 persen year on year (YoY) hingga kuartal pertama 2023. Namun, tingkat kredit bermasalah (NPL) tertinggi berasal dari usaha kecil, mencapai 4,30 persen, yang menunjukkan permasalahan dalam pembayaran pinjaman. Meskipun demikian, segmen usaha mikro juga mengalami kenaikan NPL, dari 1,77 persen menjadi 2,24 persen. Hanya usaha menengah yang mengalami penurunan NPL, dari 3,95 persen menjadi 2,06 persen.

NPL adalah salah satu indikator kesehatan aset dari lembaga keuangan dan terkait dengan debitur yang gagal membayar pinjaman sesuai kesepakatan. Oleh karena itu, pemutihan kredit macet menjadi salah satu solusi yang harus dipertimbangkan dengan matang.

Menurut Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki, kredit macet UMK senilai Rp5 miliar ke bawah harus diputihkan atau dihapusbukukan. Langkah ini akan membantu pelaku UMKM untuk mendapatkan kredit baru dan melanjutkan usaha mereka. Seiring dengan itu, ekonomi Indonesia akan semakin bergeliat, mengingat UMKM berkontribusi sangat besar terhadap struktur perekonomian nasional.

Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa usaha mikro mencakup 98,67 persen dari total unit usaha di Indonesia, dengan jumlah 64,60 juta unit. Usaha kecil dan menengah juga memiliki peran penting dalam ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemutihan kredit macet adalah langkah yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, dengan memperhatikan aturan yang sedang disusun oleh pemerintah.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img