Kondisi perekonomian Indonesia berada di titik rendah. Bencana global pandemi Covid-19 yang tidak kunjung usai berhasil melambatkan roda ekonomi Indonesia. Faktanya, beragam sektor bisnis harus mengalami kerugian, utamanya saat awal-awal pandemi. Bahkan, banyak pula yang terpaksa gulung tikar. Namun, selalu ada peluang dalam kesulitan. Roda ekonomi Indonesia nyatanya bisa bangkit, salah satunya karena kreativitas yang memunculkan giat pada sektor bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Kebangkitan sektor UMKM dapat berdampak dan mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Seperti diketahui, sektor ini memang sudah menjadi tulang punggung Tanah Air. Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebut, jumlah sektor bisnis UMKM di Indonesia pada 2021 mencapai 64,19 juta dengan partisipasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,97 persen atau senilai Rp 8,6 triliun. Sektor bisnis UMKM memiliki peranan terhadap perbaikan ekonomi Indonesia, terlihat dengan kemampuannya menyerap 97 persen tenaga kerja dan mengintegrasikan investasi sebesar 60,4 persen. Dalam buku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia karya Tulus Tambunan, ada beberapa alasan mendasar mengapa UMKM menjadi pilar ekonomi bangsa dan negara di masa-masa sulit ini.
Pertama, pelaku bisnis UMKM sangat banyak dan tersebar di perkotaan, pedesaan, dan daerah terpencil sekalipun. Kedua, kualitas dan kreativitas para pelaku bisnis UMKM tergolong berpotensi membuka kesempatan kerja serta peningkatan pendapatan bagi para pelaku usaha UMKM Ketiga, lini bisnis UMKM yang digeluti oleh masyarakat Indonesia paling banyak ada di sektor pertanian sehingga secara tidak langsung menjadi salah satu aset pendukung pembangunan negara. Keempat,bisnis UMKM tidak menuntut jenjang pendidikan yang tinggi sehingga masyarakat Indonesia dengan tingkat pendidikan rendah pun mampu menjadi pelaku usaha ini.
Kelima, pada 1997/1998 saat Indonesia mengalami krisis ekonomi global yang mengakibatkan negara Indonesia mengalami inflasi berlebihan, bisnis UMKM masih mampu bertahan. Keenam, menjadi titik permulaan investasi di daerah pedesaan sekaligus wadah padat karya untuk meningkatkan kemampuan berwiraswasta. Ketujuh, barang-barang yang disediakan oleh para pelaku bisnis UMKM relatif murah. Oleh karena itu, pengeluaran konsumsi masyarat Indonesia dapat dialihkan menjadi tabungan. Kedelapan, fleksibilitas jenis usaha UMKM sangatlah tinggi dan beragam. Kesembilan, mampu beradaptasi dengan cepat mengikuti perkembangan zaman.
Dengan pertimbangan itu, tak salah kalau pemerintah juga membuat kebijakan berlandaskan kepentingan sektor itu. Dua contohnya adalah memberikan rancangane-comm program Kredit Usaha Rakyat atau yang dikenal dengan KUR untuk memajukan sektor UMKM melalui lembaga keuangan nasional dengan pola pinjaman memakai jaminan. Perihal suku bunga untuk pembiayaan modal UMKM biasanya cukup kecil karena disubsidi oleh pemerintah. Kemudian, Gerakan Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) agar produk lokal semakin dikenal dengan slogan “Bangga Buatan Indonesia” pada 2020. Melalui program Gernas BBI, pemerintah bermaksud untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong pelaku bisnis UMKM supaya berani bersaing di platform digital.
Perlahan tapi pasti, sektor UMKM menunjukkan nilai positif. Banyak dari UMKM yang berhasil beradaptasi di tengah pandemi hingga omzetnya naik berkali lipat. Namun, hal tersebut tak datang begitu saja. Kebangkitan UMKM justru terjadi karena kemampuan mempertahankan daya saing lewat digitalisasi. Sebagai informasi, kebijakan pembatasan yang dibuat pemerintah menyebabkan mobilitas masyarakat terbatas. Hal ini membuat para pelaku UMKM putar haluan untuk melakukan operasional dan transaksi secara online, yakni dengan memanfaatkan layanan e-commerce dan cashless payment. Hal yang tak disangka, itu menjadi turning point kesuskesan para pelaku UMKM. Laporan e-Conomy SEA 2020 yang dikeluarkan Google, Temasek, dan Bain, disebutkan bahwa nilai ekonomi digital di Indonesia pada 2020 tumbuh 11 persen dibandingkan 2019. Transaksi keuangan digital perbankan di Indonesia pada 2020 juga meningkat 25-40 persen. Tandanya digitalisasi mendapatkan momentum justru di tengah pandemi.
Tren digitalisasi selama pandemi tidak hanya terjadi pada kalangan sosial dan ekonomi tertentu atau mereka yang tergolong tech savvy. Lebih dari itu, tren digitalisasi telah merambah semua kalangan atau seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebutlah yang berdampak pada peningkatan aktivitas bisnis secara online. Tak salah kalau kini, hampir seluruh pelaku UMKM memasukkan digitalisasi sebagai strategi dasar berbisnis. Hal lain yang juga harus dimiliki adalah pertimbangan dan pemahaman mengenai payment getaway. Sejak masa pandemi Covid-19,kebiasaan masyarakat untuk bertransaksi turut berubah. Pelaku bisnis UMKM cukup terbantu dengan adanya transaksi jual beli secara online dan pemanfaatan fasilitas payment getaway.
metode pembayaran menggunakan payment gateway sendiri terbilang antiribet. Pasalnya, fasilitas ini adalah layanan pembayaran yang memudahkan penjual dan pembeli bertransaksi secara daring.
Dalam hal tersebut, payment gateway akan membantu toko online untuk memastikan proses pembayaran berjalan baik dengan metode pembayaran apa saja, meliputi transfer antarbank, kartu kredit, virtual account, debit, e-wallet, serta pembayaran melalui gerai minimarket ataupun kantor pos. Meski demikian, pelaku UMKM perlu mempertimbangkan dengan matang untuk bermitra dengan payment getaway. Pilihlah payment gateway yang sudah berizin dari Bank Indonesia, seperti Duitku. Selain itu, platform ini menyediakan rate kompetitif yang cocok untuk para pelaku UMKM. Dengan beradaptasi dengan digitalisasi dan pemanfaatan payment getaway, sektor UMKM akan mampu bangkit dan berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi.