Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memainkan peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Mereka bukan hanya berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, tetapi juga memiliki peran strategis dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Selama periode krisis ekonomi yang baru-baru ini melanda negara kita, banyak perusahaan besar mengalami stagnasi bahkan berhenti beroperasi. Namun, sektor UKM telah membuktikan dirinya lebih tangguh dalam menghadapi tantangan krisis ini.
Pengalaman yang telah dialami Indonesia selama krisis ekonomi menggarisbawahi pentingnya fokus pada pengembangan sektor swasta, terutama pada UKM. Terlalu sering, UKM terabaikan hanya karena produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan perusahaan besar. Namun, saat ini kita memahami bahwa UKM memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil, serta dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak. Oleh karena itu, perlu diberikan perhatian khusus untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan sektor UKM agar dapat terus berperan aktif dalam pembangunan ekonomi negara.
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memerlukan perhatian yang mendalam, baik dari pemerintah maupun masyarakat, guna memungkinkan pertumbuhan yang lebih kompetitif bersama dengan pelaku ekonomi lainnya. Untuk mencapai hal ini, diperlukan perubahan dalam kebijakan pemerintah ke depan, yang harus difokuskan pada menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan dan pertumbuhan UKM.
Pemerintah harus memainkan peran yang lebih aktif dalam memberdayakan UKM, selain itu, mereka perlu berupaya untuk membangun kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pelaku usaha besar dan pelaku usaha kecil. Langkah ini akan membantu UKM untuk mendapatkan akses lebih baik ke sumber daya dan pasar yang lebih besar.
Tidak hanya itu, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga merupakan hal yang sangat penting. Pemerintah perlu berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi pelaku UKM, sehingga mereka dapat lebih kompeten dan inovatif dalam menjalankan usaha mereka. Dengan begitu, UKM akan menjadi pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan peluang kerja yang lebih banyak.
Kondisi UKM di Indonesia Saat Ini
Saat ini, UKM di Indonesia mencerminkan karakteristik yang beragam dalam sektor ekonomi. Menurut statistik UKM tahun 2004-2005,Â
- Sektor dengan proporsi unit usaha terbesar adalah:
- Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
- Perdagangan, Hotel, dan Restoran
- Industri Pengolahan
- Pengangkutan dan Komunikasi
- Jasa-Jasa
- Sektor ekonomi dengan proporsi unit usaha terkecil adalah:
- Pertambangan dan Penggalian
- Bangunan
- Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
- Listrik, Gas, dan Air Bersih
Dalam hal jumlah unit usaha, UKM memang dominan di Indonesia, dengan lebih dari 99% usaha beroperasi dalam skala kecil dan menengah. Meskipun secara jumlah unit usaha UKM unggul, penting untuk diingat bahwa jika kita menggabungkan omset dan aset dari semua UKM di Indonesia, jumlahnya belum tentu dapat menyaingi satu perusahaan berskala nasional.
Data ini menunjukkan bahwa UKM hadir dalam hampir semua sektor ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjaga stabilitas ekonomi, meningkatkan lapangan kerja, mendukung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), dan memperluas dunia usaha, pengembangan sektor swasta, terutama UKM, harus menjadi fokus utama. Selain itu, hal ini juga dapat berkontribusi pada peningkatan pendapatan negara melalui pendapatan pajak, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Pengembangan sektor ukm
Pengembangan sektor swasta, khususnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM), merupakan langkah yang sangat penting dan tak terbantahkan. UKM memainkan peran yang luar biasa dalam memajukan dunia usaha di Indonesia, dan seringkali menjadi embrio bagi pertumbuhan perusahaan besar.Â
Sekilas, hampir setiap perusahaan besar saat ini berawal sebagai UKM yang berkembang. Oleh karena itu, penting untuk terus meningkatkan dan memodernisasi UKM agar mereka dapat terus maju dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar. Tanpa perkembangan yang berkelanjutan, UKM, yang merupakan pilar ekonomi Indonesia, tidak akan dapat mencapai kemajuan dan pertumbuhan yang diinginkan.
Penting untuk diingat bahwa pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bukanlah tanggung jawab eksklusif Pemerintah dan bukan hanya menjadi beban Pemerintah semata. UKM sebagai entitas yang akan dikembangkan memiliki peran kunci dalam upaya ini dan dapat bekerja sama dengan Pemerintah untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, sektor perbankan juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam hal pendanaan, terutama dalam hal pemberian pinjaman dan pembuatan kebijakan perbankan.
Lebih lanjut, dalam konteks ketersediaan dana atau modal, kita juga perlu mengakui peran penting para investor, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Keterlibatan investor ini memiliki potensi besar untuk memberikan dorongan pada perkembangan UKM. Dengan kolaborasi antara Pemerintah, UKM, sektor perbankan, dan investor, kita dapat menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan dan kesuksesan UKM, yang pada gilirannya akan berdampak positif pada perekonomian secara keseluruhan.
Pemerintah memiliki tanggung jawab utama untuk mengatasi tiga permasalahan utama yang seringkali dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yaitu masalah akses pasar, modal, dan teknologi. Ketiga aspek ini sering menjadi topik dalam berbagai seminar dan konferensi terkait UKM.
Secara menyeluruh, ada sejumlah faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan UKM, termasuk kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan Sumber Daya Manusia (SDM), ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan kluster, pembentukan jaringan bisnis, dan mendorong kompetisi. Semua faktor ini memiliki peran penting dalam membantu UKM tumbuh dan berkembang, dan Pemerintah harus memainkan peran aktif dalam memfasilitasi dan mendukung kemajuan UKM di semua aspek ini.
Penting untuk menyadari bahwa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) beroperasi dalam lingkungan yang sangat dinamis dan kompleks. Oleh karena itu, upaya pengembangan UKM harus dipahami sebagai bagian integral dari upaya pembangunan ekonomi secara lebih luas. Konsep pembangunan yang diterapkan akan menjadi kerangka kerja yang mengatur aktivitas para pelaku usaha, termasuk UKM. Oleh karena itu, pengembangan UKM tidak dapat dilakukan secara terpisah atau terfragmentasi, melainkan harus terintegrasi dengan upaya pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Selama ini, kebijakan ekonomi, terutama terkait dengan pengembangan dunia usaha, belum selalu menciptakan hubungan yang kuat antara perusahaan besar dan UKM. Diperlukan usaha lebih lanjut untuk memperkuat keterkaitan ini dan menciptakan sinergi yang lebih erat antara berbagai sektor usaha, sehingga UKM dapat tumbuh dan berkembang dengan lebih baik, sambil tetap berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah telah merencanakan penciptaan 20 juta usaha kecil menengah baru pada tahun 2020. Tahun 2020 merupakan periode yang penuh harapan, terutama karena rencana terwujudnya visi Bali Concord II yang dipegang oleh pemimpin-pemimpin ASEAN. Visi ini menggariskan pembentukan suatu komunitas ekonomi ASEAN di mana perdagangan barang dan jasa dapat berjalan tanpa hambatan batas negara.
Kondisi ini memiliki implikasi positif dan negatif bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Keuntungan akan diraih jika produk dan jasa yang ditawarkan oleh UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya. Namun, sebaliknya, dampaknya bisa menjadi negatif jika UKM tidak dapat bersaing.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk merancang program-program yang jelas dan tepat sasaran. Melalui pencanangan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional, pemerintah dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan untuk membantu UKM bersaing secara efektif di dalam pasar yang semakin terbuka, sehingga dapat meraih peluang yang tercipta dalam konteks komunitas ekonomi ASEAN.
Permasalahan yang Dihadapi UKM
Seara umum, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang meliputiÂ
- Faktor Internal, yaitu:
Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan:
Permodalan merupakan faktor utama yang dibutuhkan untuk mengembangkan bisnis. UKM sering menghadapi kesulitan dalam hal permodalan karena banyak di antaranya merupakan bisnis milik individu atau perusahaan yang memiliki sumber daya terbatas. Akses ke pinjaman bank atau lembaga keuangan seringkali sulit karena persyaratan administratif dan teknis yang ketat. Salah satu hambatannya adalah persyaratan agunan yang tidak dapat dipenuhi oleh semua UKM karena keterbatasan aset. Selain itu, akses ke sumber pembiayaan lainnya seperti investasi juga terbatas. Ketika mempertimbangkan investasi, UKM perlu memperhatikan berbagai faktor seperti kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan kondisi bisnis secara keseluruhan.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM):
Sebagian besar usaha kecil berkembang dalam konteks tradisional dan merupakan bisnis keluarga yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kualitas SDM dalam UKM sering kali terbatas, baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan serta keterampilan yang diperlukan dalam manajemen pengelolaan bisnis. Keterbatasan ini dapat menghambat perkembangan optimal bisnis tersebut. Di samping itu, dengan kualitas SDM yang terbatas, UKM mungkin kesulitan dalam mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan.
Selain itu, ada permasalahan lain yang sering dihadapi oleh UKM, termasuk:
- Keterbatasan Jaringan Bisnis dan Kemampuan Masuk ke Pasar:Â
UKM umumnya memiliki jaringan bisnis yang terbatas, terutama karena banyak di antaranya adalah bisnis keluarga. Hal ini sering mengakibatkan keterbatasan dalam kemampuan UKM untuk memasuki pasar yang lebih luas. Produk yang dihasilkan oleh UKM juga sering memiliki keterbatasan dalam hal jumlah dan kualitas, sehingga mungkin kurang kompetitif jika dibandingkan dengan bisnis besar yang memiliki jaringan yang kuat, akses ke teknologi modern, dan strategi promosi yang lebih baik.
- Mentalitas Pengusaha UKM:
Aspek penting yang sering diabaikan dalam pembahasan tentang UKM adalah semangat kewirausahaan para pemilik bisnis UKM. Semangat ini mencakup kemauan untuk terus berinovasi, ketekunan dalam menghadapi tantangan, kesiapan untuk berkorban, dan keberanian untuk mengambil risiko. Lingkungan pedesaan, tempat banyak UKM beroperasi, seringkali memengaruhi cara bisnis berjalan. Misalnya, ritme kerja di daerah pedesaan cenderung lebih santai dan kurang aktif, yang kadang-kadang dapat menyebabkan peluang bisnis terlewatkan.
- Kurangnya Transparansi:
Masalah transparansi juga sering muncul dalam UKM, terutama dalam hal transfer pengetahuan dari generasi pendiri bisnis kepada generasi penerusnya. Informasi dan jaringan yang penting sering disembunyikan atau tidak dibagikan dengan pihak yang akan meneruskan bisnis tersebut, yang dapat menghambat perkembangan usaha di masa depan.
- Faktor Eksternal, yaitu:
Iklim Usaha yang Belum Sepenuhnya Kondusif:
Meskipun pemerintah telah berupaya untuk mendorong pertumbuhan UKM, kondisi iklim usaha masih belum sepenuhnya mendukung. Persaingan yang tidak sehat antara UKM dan perusahaan besar masih menjadi masalah yang perlu diatasi. Selain itu, proses perizinan yang rumit dan mahal juga menjadi hambatan yang seringkali dihadapi oleh UKM. Keluhan umum melibatkan prosedur yang memakan waktu dan biaya yang cukup tinggi. Kendala ini terkait dengan kebijakan perekonomian pemerintah yang dianggap cenderung lebih menguntungkan bagi pengusaha besar daripada UKM.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha:Â
Terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi berdampak pada perkembangan sarana dan prasarana yang digunakan oleh UKM. UKM seringkali kesulitan dalam memperoleh lokasi usaha yang strategis, terutama karena harga sewa yang mahal dan keterbatasan lokasi yang tersedia.
Pungutan Liar:
Praktik pungutan liar yang tidak resmi sering kali menjadi kendala tambahan bagi UKM. Biaya tambahan ini, meskipun tidak sah, dapat membebani UKM dan berulang kali muncul, misalnya dalam bentuk pungutan mingguan atau bulanan.
Implikasi Otonomi Daerah:
Perubahan dalam sistem pemerintahan daerah, seperti yang terjadi dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, memberikan otonomi lebih besar kepada daerah untuk mengatur urusan lokal. Ini bisa menghasilkan penambahan pungutan baru yang memengaruhi UKM. Jika tidak diatasi, hal ini dapat merusak daya saing UKM. Selain itu, semangat kedaerahan yang berlebihan dalam beberapa kasus dapat membuat lingkungan bisnis kurang menarik bagi pengusaha dari luar daerah yang ingin mengembangkan bisnis mereka di daerah tersebut.
Implikasi Perdagangan Bebas:Â
Perjanjian perdagangan bebas seperti AFTA yang mulai berlaku pada tahun 2003 dan APEC pada tahun 2020 memiliki dampak yang signifikan pada UKM yang harus bersaing dalam perdagangan internasional. Dalam situasi ini, UKM dituntut untuk meningkatkan efisiensi produksi, menghasilkan produk yang sesuai dengan standar kualitas global seperti standar ISO (ISO 9000 dan ISO 14000), serta memenuhi berbagai isu termasuk isu lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Isu-isu ini kadang-kadang dimanfaatkan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan non-tarif dalam perdagangan. Oleh karena itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar dapat bersaing baik dari segi keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek:
Sebagian besar produk industri kecil memiliki karakteristik produk dan kerajinan dengan masa pakai yang pendek. Ini dapat menjadi kendala karena produk mudah rusak dan tidak tahan lama.
Terbatasnya Akses Pasar:
Terbatasnya akses pasar, baik di tingkat nasional maupun internasional, memengaruhi kemampuan UKM untuk bersaing secara efektif.
Terbatasnya Akses Informasi:
Selain akses terhadap pembiayaan, UKM juga sering kesulitan dalam mengakses informasi yang relevan. Minimnya informasi dapat memengaruhi kemampuan UKM untuk bersaing berdasarkan kualitas produk dan layanan mereka. Akibatnya, produk dan jasa UKM mungkin sulit untuk memasuki pasar ekspor. Namun, di sisi lain, ada produk atau jasa yang berpotensi di pasar internasional, tetapi karena keterbatasan akses, hanya tersedia di pasar domestik.
Langkah yang sudah ditempuh
Pemerintah telah mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk memberdayakan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dengan penekanan khusus pada program kredit bersubsidi dan bantuan teknis. Upaya ini telah dimulai sejak tahun 1974 dengan pelaksanaan program kredit pertama untuk UKM, yaitu Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Program ini menyediakan fasilitas kredit untuk investasi dan modal kerja jangka panjang dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan suku bunga yang mendapatkan subsidi.
Namun, setelah terjadinya deregulasi dalam sektor perbankan pada tahun 1988, program kredit UKM dengan suku bunga yang bersubsidi secara bertahap dihentikan, dan digantikan oleh fasilitas kredit dari bank komersial. Selain itu, lembaga donor internasional juga telah mengembangkan program kredit investasi bagi UKM dalam mata uang rupiah. Di periode antara tahun 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendukung berbagai program kredit ini melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Program ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit Usaha Kecil dan Mikro yang disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan rakyat.
Selain peran aktif dari Pemerintah, berbagai pihak seperti dunia akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian, juga telah terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan sektor UKM. Salah satu contohnya adalah program GTZ-RED yang telah aktif sejak tahun 2003 dengan dukungan dari GOPA/Swisscontact. Program ini berfokus pada pengembangan lingkungan yang mendukung UKM, dengan penekanan pada Business Climate Survey (BCS) dan Regulatory Impact Assessment (RIA) yang dilakukan oleh Technical Assistance (TA). Tim TA ini diprakarsai oleh Center for Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) Universitas Satya Wacana. Tim ini telah melaksanakan survei, pelatihan, dan workshop bagi pelaku UKM di berbagai daerah, serta membentuk jaringan kerja sama dengan berbagai pihak terkait UKM, termasuk Pemerintah Daerah. Selain itu, tim ini juga telah menyusun daftar Peraturan Daerah yang memerlukan perbaikan dalam rangka mendukung perkembangan UKM.
Langkah yang dapat ditempuh
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan memajukan sektor ini, langkah-langkah berikut dapat ditempuh:
- Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif:
Pemerintah harus berupaya keras untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Langkah ini mencakup peningkatan keamanan dan ketertiban berusaha, penyederhanaan prosedur perijinan usaha, serta pemberian insentif seperti keringanan pajak.
- Bantuan Permodalan:
Diperlukan upaya untuk memperluas skema kredit khusus yang tidak memberatkan bagi UKM. Ini bisa dilakukan melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing, dan dana modal ventura. Penggunaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), seperti BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), perlu didorong dan dikembangkan untuk membantu UKM yang memerlukan pembiayaan.
- Perlindungan Usaha:
Usaha tertentu, terutama yang termasuk dalam golongan ekonomi lemah dan tradisional, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Hal ini bisa diwujudkan melalui undang-undang dan peraturan yang saling menguntungkan.
- Pengembangan Kemitraan:
Penting untuk mengembangkan kemitraan yang saling menguntungkan antara UKM, antara UKM dan pengusaha besar dalam dan luar negeri. Hal ini dapat membantu menghindari monopoli dalam usaha, memperluas pangsa pasar, dan meningkatkan efisiensi pengelolaan bisnis.
- Pelatihan:
Pemerintah harus meningkatkan pelatihan bagi UKM dalam berbagai aspek seperti kewiraswastaan, manajemen, administrasi, dan pengetahuan teknis. Diberikan juga kesempatan bagi mereka untuk mengaplikasikan pengetahuan yang didapat di lapangan melalui pengembangan kemitraan rintisan.
- Membentuk Lembaga Khusus:
Perlu dibangun suatu lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan UKM dan berfungsi mencari solusi bagi masalah internal dan eksternal yang dihadapi oleh UKM.
- Memantapkan Asosiasi:
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat diperlukan bagi anggotanya.
- Mengembangkan Promosi:
Diperlukan upaya mempromosikan produk-produk UKM melalui media khusus untuk mempercepat proses kemitraan dengan usaha besar. Talk show antara asosiasi dan mitra usahanya juga dapat menjadi sarana efektif dalam mengembangkan promosi.
- Mengembangkan Kerjasama yang Setara:
Kerjasama atau koordinasi yang seimbang antara pemerintah dan dunia usaha (UKM) sangat penting untuk mengatasi berbagai isu terkini yang berkaitan dengan perkembangan usaha.
- Mengembangkan Sarana dan Prasarana:
Pemerintah harus mengalokasikan tempat usaha bagi UKM di lokasi-lokasi strategis untuk meningkatkan potensi perkembangan UKM.
Upaya bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat perlu terus dilakukan untuk memastikan pertumbuhan dan keberlanjutan UKM dalam perekonomian.