Tangerang, 08 Juli 2025 – Pendiri dan CEO Xiaomi Corp., Lei Jun, tak bisa menyembunyikan rasa bangganya ketika perusahaan teknologi asal China tersebut resmi meluncurkan mobil listrik keduanya pada bulan Juni lalu. Momen ini menjadi tonggak penting bagi Xiaomi yang berhasil menancapkan kuku di industri otomotif, sektor yang bahkan gagal dimasuki oleh raksasa teknologi Apple Inc.
“Sejak Apple menghentikan pengembangan mobilnya, kami memberikan perhatian khusus kepada pengguna Apple,” ujar Lei Jun dengan nada menyindir, sambil menambahkan bahwa mobil listrik Xiaomi dapat disinkronkan secara mulus dengan perangkat iPhone.
Baca juga: PGN dan Taniyuk Transformasikan Petani Karet di Sumsel Lewat Digitalisasi
Xiaomi memang pantas berbangga. Dalam waktu satu jam setelah peluncuran, perusahaan mengklaim telah menerima lebih dari 289.000 pesanan untuk SUV listrik terbarunya, melampaui rekor penjualan sedan SU7 yang dirilis Maret 2024.
Langkah Xiaomi ini tidak hanya menandai keberhasilan strateginya melakukan diversifikasi bisnis dari smartphone ke industri kendaraan listrik (EV), tetapi juga memperkuat posisinya sebagai salah satu perusahaan teknologi paling bernilai tinggi di China.
Berbeda dengan Apple yang menghentikan proyek mobil senilai US$10 miliar setelah satu dekade, Xiaomi memanfaatkan keunggulan struktural seperti dukungan subsidi pemerintah, infrastruktur pengisian daya yang matang, dan rantai pasok lokal. Ini menjadikan ekspansi ke pasar otomotif lebih realistis dan efisien.
Desain mobil listrik Xiaomi menggabungkan inspirasi dari Tesla dan Porsche, namun tetap mempertahankan harga yang lebih terjangkau. SUV YU7 dibanderol mulai 253.500 yuan (sekitar US$35.400), sementara sedan SU7 dijual seharga 215.900 yuan, menjadikannya alternatif menarik bagi konsumen Gen Z yang mengutamakan teknologi dan harga.
Lei Jun juga mengumumkan bahwa Xiaomi menaikkan target pengiriman kendaraan listrik menjadi 350.000 unit pada 2025, naik dari target sebelumnya 300.000 unit, seiring meningkatnya permintaan pasar dan kapasitas produksi.
Namun, Xiaomi tetap menghadapi tantangan berat. Produsen mobil seperti BYD dan Tesla masing-masing menjual jutaan unit kendaraan pada 2024. Selain itu, ekspansi internasional Xiaomi bisa terhambat oleh tarif impor dari Uni Eropa, AS, dan Turki terhadap mobil listrik asal China.
Baca juga: Dorong UMKM Go Digital, Website Penjualan Modern
Meski begitu, Lei Jun tetap optimistis. Xiaomi berencana menjajaki pasar Eropa mulai 2027, dimulai dengan pembangunan pusat R&D di Munich dan uji pasar di Jerman, Prancis, dan Spanyol.
“Xiaomi memang datang belakangan, tapi di era mobil listrik yang ditentukan oleh inovasi dan ekosistem, selalu ada peluang bagi pendatang baru,” tegas Lei.