PLTS Jadi Senjata Baru Hadapi Krisis Energi dan Iklim, Ini Rencana Besar Indonesia

Tangerang, 4 September 2025 – Pemerintah Indonesia semakin serius menempatkan energi surya sebagai bagian penting dari strategi nasional untuk menurunkan emisi karbon sekaligus memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PT PLN (Persero) menargetkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga mencapai 17,1 GW.

Lebih jauh, Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan program ambisius 100 GW PLTS yang tersebar di desa-desa untuk mempercepat pemerataan energi bersih. Menyambut inisiatif ini, Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan perlunya dukungan regulasi yang konsisten, pembiayaan inklusif, tata kelola yang berkelanjutan, dan penguatan rantai pasok domestik.

Baca juga: DRMA Pasang PLTS di Pabrik, Efisiensi Listrik dan Dukung Target Net Zero Emisi

Sebagai bentuk dukungan konkret, IESR bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian ESDM akan menggelar Indonesia Solar Summit (ISS) 2025 bertema “Solarizing Indonesia: Powering Equity, Economy, and Climate Action” pada 11 September 2025. Forum ini akan menjadi wadah kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, penyedia teknologi, dan komunitas dalam mempercepat transisi energi berbasis PLTS.

Menurut Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, PLTS telah berkembang di berbagai skala dari elektrifikasi desa, pemenuhan kebutuhan industri, hingga PLTS atap untuk rumah tangga dan sekolah. Namun, tantangan regulasi yang berubah-ubah, pembiayaan terbatas, dan rantai pasok yang lemah masih menjadi hambatan utama.

“Energi surya adalah kunci menuju masa depan energi bersih. Dengan potensi lebih dari 7 TW, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin transisi energi di kawasan,” tegas Marlistya.

Hingga Mei 2025, kapasitas terpasang PLTS di Indonesia telah melampaui 1 GW, didorong oleh sektor industri dan inisiatif PLTS atap di provinsi seperti Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Tren ini menunjukkan potensi besar untuk menjadikan PLTS sebagai solusi utama kebutuhan listrik nasional, terutama untuk UMKM, pesantren, dan rumah tangga.

Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis IESR, menambahkan bahwa PLTS industri atau captive solar menjadi kunci daya saing ekspor, khususnya karena pasar global semakin menuntut produk yang menggunakan energi bersih.

“Pemerintah perlu memastikan transparansi dalam sistem perizinan dan perencanaan agar pelaku industri semakin percaya diri berinvestasi di PLTS,” katanya.

Di sisi lain, Indonesia sudah memiliki kapasitas produksi modul surya mencapai 11,7 GWp per tahun, namun masih menghadapi tantangan harga dan permintaan yang tidak stabil. Insentif fiskal, seperti pembebasan bea masuk bahan baku, dan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang seimbang, dinilai penting untuk memperkuat industri lokal.

Baca juga: UMKM Kalbar Kian Berdaya Saing lewat Pengadaan Digital, Transaksi Tembus Rp255 Miliar

IESR juga mendorong pemerintah daerah agar aktif mendukung pengembangan PLTS melalui alokasi APBD, penyelarasan tata ruang, dan insentif untuk bangunan publik.

Penyelenggaraan Indonesia Solar Summit 2025 menjadi langkah penting dalam menyatukan kekuatan lintas sektor untuk membangun masa depan energi yang adil, berkelanjutan, dan kompetitif. Acara ini terbuka untuk umum dan pendaftaran gratis dapat dilakukan melalui www.idsolarsummit.info.

Latest articles

spot_imgspot_img

Related articles

spot_img