Tangerang, 03 September 2025 – Pemanfaatan energi surya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kini dipandang bukan hanya sebagai solusi transisi energi bersih, tetapi juga sebagai strategi vital untuk meningkatkan daya saing industri nasional serta membuka peluang ekspor energi hijau ke pasar global.
Hal ini disampaikan Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam acara Media Briefing Indonesia Solar Summit (ISS) 2025. Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, menyoroti bahwa PLTS captive (PLTS yang digunakan langsung oleh sektor industri) mulai memainkan peran signifikan dalam mendorong efisiensi energi sekaligus meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Baca juga: BTN dan PPUB Permudah Akses Modal untuk UMKM Digital
“Wilayah usaha (wilus) untuk PLTS captive sudah meningkat tiga kali lipat sejak 2017. Ini jadi peluang besar bagi industri untuk memasang PLTS sebagai sumber energi alternatif yang bersih dan murah,” jelas Alvin.
Tercatat, pada tahun 2024, PLTS atap di sektor industri telah menambah kapasitas lebih dari 100 MW, mencerminkan peningkatan minat pelaku usaha terhadap penggunaan energi terbarukan. Tren ini juga didorong oleh tuntutan pasar ekspor yang kini semakin ketat dalam hal pemakaian energi bersih dan ramah lingkungan.
Salah satu terobosan besar yang tengah disiapkan adalah proyek ekspor energi terbarukan sebesar 3,4 GW ke Singapura, yang diperkirakan dapat memperkuat rantai pasok dalam negeri dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga 60 persen. Namun demikian, Alvin menekankan pentingnya landasan hukum yang jelas untuk mempertegas peran PLN dalam proyek tersebut.
Di sisi produksi, Indonesia saat ini memiliki kapasitas manufaktur modul surya sebesar 11,7 GWp per tahun, namun serapan pasar domestik masih rendah. Ditambah lagi, harga modul surya lokal masih 30–40 persen lebih mahal dibanding produk impor, sehingga memerlukan insentif fiskal untuk mendorong daya saing produsen dalam negeri.
“Permintaan dalam negeri yang konsisten adalah kunci untuk mendorong investasi. Pemerintah harus menyiapkan strategi agar aturan TKDN tetap atraktif bagi investor, sekaligus melindungi industri lokal,” tegas Alvin.
Sementara itu, Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, mengingatkan bahwa potensi energi surya Indonesia yang mencapai 7 TW harus dimanfaatkan secara inklusif. Ia menekankan bahwa PLTS tidak boleh hanya dinikmati oleh industri besar, tapi juga harus hadir di sekolah, pesantren, UMKM, hingga rumah tangga.
Baca juga: Meningkatkan Penjualan UMKM Pupuk Kompos, Pelatihan Toko Online Digelar di Kudus
“Energi surya bisa menjadi alat demokratisasi energi. Kita harus pastikan semua lapisan masyarakat bisa mengakses dan memanfaatkannya,” ujar Marlistya.
Indonesia Solar Summit (ISS) 2025, yang akan digelar pada 11 September 2025, akan menjadi forum penting untuk mempertemukan berbagai pihak – pemerintah, pelaku industri, penyedia teknologi, dan masyarakat – dalam mendorong integrasi energi surya sebagai pilar utama transisi energi nasional.