Tangerang, 3 Februari 2025 – Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang luar biasa, mencapai 3.687 gigawatt (GW), yang dapat menjadi dasar untuk pengembangan hidrogen hijau. Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai hidrogen hijau sebagai elemen krusial dalam mempercepat dekarbonisasi sektor industri dan transportasi. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai target dekarbonisasi pada 2060 atau lebih cepat, melalui pemanfaatan hidrogen sebagai solusi energi ramah lingkungan.
Sejak tahun 2023, Pemerintah Indonesia telah memiliki Strategi Hidrogen Nasional (SHN), namun strategi tersebut belum secara rinci membahas pengembangan hidrogen hijau, yang dihasilkan dari proses elektrolisis air menggunakan energi terbarukan. Sebagai bagian dari inisiatif ini, IESR mendesak pemerintah untuk memprioritaskan pengembangan peta jalan yang lebih jelas untuk hidrogen hijau, sehingga dapat diproduksi secara berkesinambungan dan kompetitif pada tahun 2030.
Baca juga: Yogyakarta Terapkan Transportasi Umum Berkelanjutan dengan UK PACT
Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Hidrogen Hijau
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menekankan pentingnya memanfaatkan potensi besar energi terbarukan Indonesia untuk memproduksi hidrogen hijau dan amonia hijau. Tidak hanya untuk kebutuhan domestik, tetapi juga sebagai komoditas ekspor. Periode antara 2025 hingga 2030 sangat krusial dalam membangun ekosistem yang dapat mempercepat keekonomian hidrogen hijau untuk bersaing dengan hidrogen abu-abu yang berasal dari gas alam.
Pada tahun 2023, konsumsi hidrogen di Indonesia diperkirakan mencapai 1,75 juta ton per tahun. Namun, hidrogen yang digunakan sebagian besar masih didominasi oleh hidrogen abu-abu, yang memiliki intensitas karbon tinggi. Untuk mendorong permintaan hidrogen hijau, Fabby menyarankan agar kebutuhan hidrogen untuk industri seperti pupuk, semen, dan sektor lain yang sulit didekarbonisasi dipenuhi dengan hidrogen hijau.
Baca juga: Koperasi Indonesia Siap Hadapi Tantangan Era Digital dengan Teknologi
Menekan Biaya Produksi Hidrogen Hijau
Salah satu tantangan utama dalam mengembangkan hidrogen hijau adalah biaya produksinya. Untuk membuat harga hidrogen hijau lebih kompetitif, biaya listrik dari energi terbarukan harus ditekan di bawah US$ 0,05 per kWh. Selain itu, pembangunan infrastruktur hidrogen yang terintegrasi dengan lokasi permintaan dapat mengurangi biaya transportasi.
Pemerintah juga dapat memberikan insentif dan subsidi untuk mendukung penurunan biaya produksi hidrogen hijau, agar dapat bersaing dengan hidrogen abu-abu dan biru. Langkah ini akan mendorong industri domestik untuk beralih ke hidrogen hijau, yang lebih ramah lingkungan.
Belajar dari Pengalaman Negara Maju
IESR mendorong Indonesia untuk belajar dari pengalaman negara maju dalam merancang strategi pasar hidrogen yang berkelanjutan. Melalui kerja sama dengan Pemerintah Inggris dalam proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI), IESR berupaya membangun Indonesia Green Hydrogen Accelerator. Ini adalah inisiatif yang bertujuan untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau sesuai dengan Strategi Hidrogen Nasional Indonesia 2023.
Pemerintah Inggris telah sukses mengembangkan pasar hidrogen melalui kebijakan seperti Low Carbon Hydrogen Standard (Standar Hidrogen Rendah Karbon), dan menargetkan produksi hidrogen rendah karbon sebesar 10 GW pada 2030. Indonesia diharapkan dapat mengadopsi pendekatan serupa, dengan membangun ekosistem hidrogen hijau yang kompetitif, menarik investasi internasional, dan mempercepat transisi energi.
Potensi dan Tantangan Ekonomi Hidrogen Hijau di Indonesia
Indonesia telah mengidentifikasi 17 lokasi potensial untuk produksi hidrogen hijau, dengan perkiraan biaya produksi yang relatif rendah, antara US$ 1,9 hingga 3,9 per kg pada tahun 2040. Biaya ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi hidrogen hijau global saat ini, yang berkisar antara US$ 2,7 hingga 12,8 per kg.
Namun, harga gas bersubsidi yang masih berlaku di Indonesia, sebesar US$ 6 per MMBTU, memberikan tantangan bagi daya saing hidrogen hijau. Oleh karena itu, pengurangan subsidi harga gas dan penerapan harga karbon (carbon pricing) dapat menjadi solusi untuk meningkatkan daya saing hidrogen hijau di pasar domestik.
Komitmen Pemerintah untuk Masa Depan Energi Hijau
Erina Mursanti, Manajer Green Energy Transition Indonesia (GETI), menegaskan bahwa pemerintah perlu menunjukkan komitmen yang kuat dalam mendorong pengembangan ekosistem hidrogen hijau. Hal ini bisa dilakukan melalui kebijakan, regulasi, insentif, serta penguatan target produksi hidrogen hijau, agar Indonesia dapat mencapai target dekarbonisasi dan transisi energi yang berkelanjutan.